Tampilkan postingan dengan label Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Juli 2010

MEMIMPIN ORGANISASI BELAJAR

Abstract - Oleh B. P. Sitepu
Within the rapid change and advancement of science, technology, and environment, it is hard for a traditional organization to survive and develop without transforming itself to be a learning organization. This article reviews theoretically what a learning organization is, how an organization learns, and the leader’s role in a learning organization. It is strongly believed that the old paradigm of leadership based on the classic theories has to be replaced with the new paradigm based on the learning organization principles.

PENDAHULUAN
Sunguhpun terdapat berbagai rumusan tentang pengertian organisasi, secara umum organisasi diartikan sebagai wadah tempat dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi biasanya didirikan agar upaya mencapai tujuan dapat dilakukan lebih efisien dan lebih efektif. Prinsip efisiensi dan efektivitas sangat penting dalam organisasi dan pada umumnya seseorang masuk atau menjadi anggota organisasi agar tujuan pribadi atau kelompoknya dapat tercapai lebih efisien dan efektif.

Organisasi dapat dibedakan berdasarkan tujuannya dan tujuan itu mengandung nilai spesifik yang menjadi ciri khas organisasi itu dan membedakannya dengan organisasi lain. Organiasi komersial atau profit making organization berbeda dengan organisasi sosial atau non-profit making organization, karena tujuan serta nilai yang dianut dan diterapkan kedua jenis organisasi itu berbeda dan perbedaan nilai itu pula membuat prilaku masing-masing organisasi itu berbeda pula. Dalam membuat keputusan, organisasi komersial akan menjadikan keuntungan dan kerugian secara finansial/material sebagai kriteria penentu, sedangkan organisasi sosial akan menjadikan keuntungan dan kerugian aspek-aspek sosial sebagai acuan utama. Kedua jenis organisasi itu mengutamakan efisiensi dan efektifitas dengan menggunakan prinsip meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan, tetapi masing-masing organisasi itu menggunakan nilai dan standar ukuran yang berbeda.

Organisasi sering dianalogkan dengan organisme atau mahluk hidup yang lahir, tumbuh, berkembang, dan pada saatnya akan mati pula. Analog itu terlihat misalnya, ketika Simon (1997: 305 ) mengatakan bahwa tidak ada suatu resep pun yang dapat dipergunakan untuk semua organisasi yang sakit karena penyakit organisasi beraneka ragam. Demikian juga Marquardt (1996:219-220) menjelaskan transformasi organisasi seperti ulat yang mengalami perubahan bentuk melalui proses metamorfosis. Penggunaan istilah prilaku organisasi (organizational behavior) dalam teori organisasi menunjukkan, organisasi itu dianggap sebagai suatu mahluk hidup, bergerak, dan bertindak secara terpola.

Agar dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif serta dapat bertahan, tumbuh, dan berkembang maka sebagai mahluk hidup, organisasi perlu membenahi dirinya melalui belajar. Betapapun kuat dan besarnya, sebuah organisasi tidak akan mampu bertahan dan berkembang, serta akan punah apabila tidak melakukan penyesuaian diri selaras dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, teknologi, serta lingkungan. Kematian organisasi yang demikian tidak ubahnya seperti kepunahan dinosaurus, binatang raksasa purba, yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan dan perkembangan lingkungannya (Marquardt, 1996:1). Agar dapat bertahan, berkembang, dan mampu berkompetisi dan berkolaborasi dengan organisasi lain, organisasi perlu belajar.

Dengan membanding-bandingkan bagaimana belajar didefinisikan oleh berbagai ahli psikologi dan ahli pendidikan (Glenn E. Snelbecker,1974: 12-15), pada hakikatnya belajar dapat diartikan sebagai upaya manusia yang secara sadar, berencana, dan sistematis untuk mengubah prilaku ke arah yang lebih baik dan bersifat relatif menetap. Merujuk pada istilah metanoia dalam bahasa Junani, Senge ( dalam Fullan, 2007 ) menyatakan bahwa hasil belajar itu diharapkan dapat menghasilkan perubahan yang mendasar pada diri seseorang dan terlihat pada prilaku. Hasil belajar itu dipergunakan untuk mengatasi masalah dan mengembangkan kualitas hidup sehingga lebih baik, di dunia maupun di akhirat. Hakikat belajar yang demikian juga berlaku untuk organisasi. Melalui proses belajar, organisasi diharapkan melakukan perubahan prilakunya secara sadar serta nyata menjadi lebih berkualitas mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan sehingga mampu meningkatkan kualitas kinerja serta memungkinkannya bertahan dan berkembang sesuai dengan tuntutan lingkungan dan zamannya.

Di dalam organisasi terdapat sejumlah orang yang fungsi, tugas, serta tanggung jawabnya diatur sesuai dengan pembagian wewenang (devision of authority) yang ditetapkan oleh organisasi. Pembagian wewenang dapat terlihat pada struktur organisasi dan uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam organisasi. Setiap unit atau anggota organisasi berprilaku atau berimprovisasi dalam wilayah wewenang (discretion of authority) yang ditetapkan oleh organisasi itu. Sekecil apapun serta bagaimanapun bentuknya, setiap organisasi melakukan pembagian wewenang untuk menghindari tumpang tindih dan konflik dalam organisasi. Keluarga baru yang terdiri atas atas dua orang, suami dan istri, merupakan sebuah organisasi yang sangat kecil. Namun, dalam organisasi yang demikian pun terjadi pembagian wewenang antara suami dan istri. Wewenang itu lah yang antara lain membedakan kedudukan antara suami dan istri.

Pembagian wewenang membedakan antara pemimpin dan anggota organisasi. Pemimpin memegang peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi. Pemimpin, menurut Thomas E. Cronin yang dikutip oleh Nanus dan Dobbs ( 1999: 7), adalah orang yang memahami apa yang diperlukan, apa yang benar dan bagaimana memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dilihat dari fungsi dan hubungannya dengan orang lain, menurut Howard Gardner yang juga dikutip oleh Nanus dan. Dobbs ( 1999: 7), pemimpin adalah individu yang secara signifikan mempengaruhi pikiran, prilaku dan/atau perasaan orang lain. Dengan demikian, dapat juga dimaknai bahwa pemimpin menempati kedudukan startegis dan memegang peranan menentukan dalam organisasi belajar. Lebih jauh lagi, prilaku dan kinerja pemimpin menentukan kehidupan dan nasib organisasi.


MASALAH
Dalam berbagai konteks, organisasi sering dipersonifikasi termasuk dalam penyebutan organisasi belajar. Akan tetapi dalam kenyataannya, penyebutan itu lebih banyak berkaitan dengan semua anggota organisasi, sungguhpun dalam kenyataannya diakui bahwa pemimpin memegang peranan yang menentukan dalam keberhasilan organisasi belajar. Dengan demikian, agar organisasi tidak hanya dapat bertahan, tetapi berkembang dan mampu bersaing, apakah perlu juga dilakukan perubahan dalam kepemimpinan? Bagaimana kedudukan pemimpin dalam organisasi belajar? Bagaimana cara memimpin organisasi belajar? Pola dan tipe kepemimpinan yang bagaimana yang sesuai dalam membuat organisasi belajar? Tulisan ini mencoba mengkaji dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

PEMBAHASAN
Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, perlu ditelaah lebih lanjut tentang hakikat organisasi belajar itu sendiri, kepemimpinan serta pola dan tipe kepemimpian .

Organisasi Belajar
Hakikat organisasi belajar
Perlunya organisasi belajar sudah disadari sejak tahun delapan puluhan, akan tetapi baru pada tahun sembilanpuluhan, istilah organisasi belajar (learning organization) dipopulerkan oleh Senge dalam bukunya The Fifth Disciplin. Menurut Senge (1990:3), organisasi belajar adalah “… organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nutured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together.” Pendapat Senge itu menunjukkan bahwa organisasi merupakan tempat orang secara terus menerus memperluas kemampuan untuk mewujudkan apa yang sesungguhnya mereka inginkan, tempat pola-pola berpikir yang baru dan ekspansif dikembangkan, tempat mencurahkan secara bebas aspirasi kolektif, dan tempat orang secara terus menerus belajar melihat keseluruhan secara bersama-sama. Tidak jauh berbeda dari yang dikemukakan Senge, Marquardt ( 1996:229) mendefinisikan organisasi belajar adalah ”… an organization which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success.” Dalam pengertian ini organisasi belajar merupakan organisasi yang belajar secara bersama-sama dengan sekuat tenaga dan terus menerus mentransformasikan diri untuk mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan dengan lebih baik untuk keberhasilan organisasi. Organisasi memberdayakan orang di dalam dan di luar organisasi untuk belajar ketika mereka bekerja dan memanfaatkan teknologi untuk memaksimalkan belajar dan berproduksi.

Sunguhpun pengertian organisasi belajar dirumuskan secara berbeda oleh Senge dan Marquard, kedua pengertian itu mempunyai asumsi yang sama bahwa setiap individu memiliki kemampuan atau potensi yang tersimpan pada dirinya yang dapat dan perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua-duanya juga mengandung makna bahwa semua orang dalam organisasi secara individu dan/atau dalam kelompok (kolektif) dapat dan perlu melakukan kegiatan belajar secara bebas dan terus menerus untuk meningkatkan kinerja organisasi. Masing-masing individu atas dasar dorongan dari dirinya sendiri (motivasi internal) atau dorongan dari lingkungannya dalam organisasi (motivasi eksternal) berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat berprestasi lebih baik. Upaya belajar yang demikian juga dilakukan secara kelompok dalam organisasi. Hasil belajar secara individu dan kelompok yang dilakukan secara terencana dan terus menerus itu akan meningkatkan kinerja individu dan kelompok serta pada gilirannya akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Salah satu ciri khas organisasi belajar ialah bahwa kegiatan belajar itu dilakukan atas dasar kesadaran individu dan kelompok untuk meningkatkan kualitas kinerja organisasi..

Organisasi belajar juga menerapkan prinsip belajar seumur hayat (lifelong learning) yang berarti organisasi itu tidak pernah berhenti belajar. Proses belajar akan berhenti kalau organisasi itu telah dibubarkan oleh karena tujuannya telah tercapai sehingga tidak diperlukan lagi atau bubar dengan sendirinya karena tidak mampu bertahan hidup. Dengan perkataan lain, dapat juga diartikan bahwa dinamika kehidupan organisasi ditentukan oleh proses dan kualitas belajar organisasi itu. Organisasi yang rajin dan tekun belajar serta menerapkan perolehan belajarnya untuk mengubah dan meningkatkan kualitas prilakunya, akan mampu mengembangkan dirinya dalam usia yang panjang. Sebaliknya, organisasi yang enggan atau malas belajar tidak akan mampu berkiprah secara dinamis sehingga tidak mampu bertahan dan bersaing. Organisasi yang demikian cenderung tidak akan bertahan lama serta mungkin sudah bubar dalam usia dini.

Organisasi belajar melakukan perubahan prilaku menjadi lebih baik tidak semata-mata sebagai reaksi terhadap rangsangan dari luar, tetapi juga merupakan usaha proaktif atas dasar kesadaran dari dalam sebagai hasil belajar yang dilakukan secara terus menerus. Usaha proaktif dan dilakukan secara sistematis inilah yang membedakan perubahan yang dilakukan oleh oganisasi belajar sebagai hasil belajar organisasi. Senge (2000) dan juga dalam Fullan (2007: 13) menyebutkan bahwa survival learning atau adaptive learning memang dilakukan organisasi sebagai reaksi terhadap masalah-masalah yang dihadapi sehingga dapat bertahan hidup. Akan tetapi dalam learning organization itu saja tidak cukup, diperlukan juga generative kearning, belajar secara proaktif dan kreatif mengembangkan kemampuan/potensi yang dimiliki untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dengan mengantisipasi keadaan dan tantangan di masa yang akan datang sehingga organisasi itu tidak hanya mampu bertahan hidup tetapi juga dapat terus berkembang.

Perubahan dalam organisasi juga dilakukan melalui pengembangan organisasi agar organisasi itu dapat bertahan hidup.Bahkan perubahan dengan cara ini sudah lama dilakukan. Membedakan perubahan yang dilakukan melalui pengembangan organisasi dengan yang dilakukan melalui organisasi belajar, Miarso (2004:189) menjelaskan bahwa perubahan yang dilakukan melalui pengembangan organisasi adalah sebagai reaksi atas rangsangan atau pengaruh dari luar. Perubahan yang dilakukan pada umumnya berkaitan dengan struktur organisasi, uraian tugas (job description), dan fasilitas serta lingkungan kerja dan kurang terkait dengan individu-individu dalam organisasi. Perubahan yang semata-mata atas dasar pengaruh dari luar ini, biasanya membuat organisasi hanya bertahan hidup dan lamban berkembang, sehingga tidak mampu bersaing dan lambat laun akan bubar.

Linda Morris, sebagaimana dikutip oleh Marquardt dan Reynolds (1994:21), mengamati bahwa dalam organisasi belajar terlihat (1) perkembangan dan belajar sesorang dikaitkan dengan perkembangan dan belajar organisasi secara khusus dan terstruktur; (2) berfokus pada kreativitas dan adaptability; (3) semua regu merupakan bagian dari proses belajar dan bekerja; (4) jaringan kerja sangat penting dalam belajar dan menyelesaikan pekerjaan; (5) berpikir sistem adalah fundamental; (6) memiliki visi yang jelas di mana mereka berada dan ke mana tujuan mereka; dan (7) secara terus menerus melakukan transformasi dan berkembang.

Marquardt (1996: 19), mengidentifikasi ciri organisasi belajar lebih lengkap dari pada yang dikemukakan Linda Moris, yakni: (1) belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak; (2) semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang; (3) belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja; (4) berfokus pada kreativitas dan generative learning; (4) menganggap berpikir system adalah sangat penting, (5) dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan keberhasilan organisasi; (6) iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar; (6) orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi; (7) perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar; (8) mudah bergerak cepat dan fleksibel; (9) Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; (10) kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi; (11) memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan (12) memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.

Ciri organisasi belajar seperti yang dikemuka Linda Moris dan Marquard menunjukkan, organisasi memiliki lingkungan, iklim, serta budaya yang tidak hanya mendorong orang dalam organisasi itu belajar secara perorangan dan bersama-sama, tetapi juga mempercepat proses belajar itu sendiri untuk meningkatkan kinerja organisasi. Belajar dan saling membelajarkan menjadi kebutuhan individu dan kelompok serta bukan menjadi beban karena mereka merasakan kepuasan sendiri dalam menikmati hasil belajar berupa pengetahuan atau keterampilan baru dan keberhasilan kerja mereka. Masing-masing orang menemukan kegembiraan, kebanggaan, dan tantangan dalam bekerja. Perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagai hasil belajar membuat iklim organisasi semakin bergairah. Organisasi dapat dianggap sebagai sekelompok pekerja yang diberdayakan dan menghasilkan pengetahuan, produk, dan jasa baru.



Mengapa Organisasi Perlu Belajar?
Ungkapan yang yang mengatakan, tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini kecuali perubahan, menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi dan manusia mengalaminya sejak berada di dunia ini. Dewasa ini manusia hidup dalam era perubahan yang sedemikian cepat. Perubahan itu mencakup hampir di semua bidang kehidupan manusia, baik disebabkan oleh manusia itu sendiri maupun oleh lingkungannya. Perubahan itu kadang-kadang terjadi begitu cepat khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mudah secara akurat melakukan prediksi keadaan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Semakin jauh ke depan prediksi yang dilakukan, semakin sarat dengan ketidakpastian dengan berbagai kemungkinan.

Menurut Marquardt ( 1996: 3-4), dalam tahun-tahun terakhir abad ke 20 telah terjadi perubahan yang sangat berarti dalam (a) lingkungan ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan, (b) lingkungan tempat bekerja, (c) pelanggan, dan (d) pekerja. Perubahan itu dipicu oleh globalisasi, persaingan ekonomi dan pemasaran, tekanan lingkungan dan ekologi, ilmu pengetahuan, dan tuntutan kuat masyarakat. Drastis dan besarnya perubahan di keempat bidang itu mengakibatkan organisasi tidak dapat mengatasi masalah-masalah dengan mengandalkan cara-cara konvensional. Pengelolaan organisasi tidak dapat lagi dilakukan dengan menerapkan pengetahuan, strategi, kepemimpinan dan teknologi masa lalu. Kalau ingin tetap bertahan dan berkembang dalam lingkungan yang sarat dengan perubahan, organisasi perlu meningkatkan kemampuan belajarnya.

Perubahan-perubahan yang terus menerus terjadi juga mendorong perubahan cara berpikir manusia menanggapi dunia atau apa yang disebut Lincoln (1985: 29) dengan istilah paradigma atau Weltanschauung. Sebagai contoh Reigeluth (1994:5) memberikan contoh perubahan sarana transportasi, keluarga, perusahaan, dan pendidikan dari era pertanian, ke era industri, sampai ke era informasi. Akibat perubahan lingkungan di tempat bekerja, Regeluth (1985:8) menggambarkan terjadi perubahan di bidang pendidikan dari era industri ke era informasi, sebagai berikut:

Perubahan Sistem Pendidikan dari Era Industri ke Era Informasi Akibat Perubahan di Lingkungan Kerja

ERA INDUSTRI ERA INFORMASI
Tingkat kelas Kemajuan terus menerus
Penguasaan isi Belajar berdsarkan kemampuan
Tes berdasarkan patokan Tes individual
Penilaian tidak autentik Penilaian berdasarkan kinerja (performance)
Penyampaian bahan ajar berdasarkan kelompok Rencana belajar secara individual
Belajar secara bersaing Belajar kooperatif
Kelas Pusat belajat
Guru sebagai sumber pengetahuan Guru sebagai pemandu dan tutor dalam belajar
Menghapal fakta yang tidak berarti Kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, dan membuat makna
Kemampuan membaca dan menulis yang terpisah. Kemampuan berkomunikasi
Buku sebagai alat Teknologi maju sebagai alat.



Sedikit berbeda dengan pendapat Regeluth, Belt (1999) menunjukkan perubahan di dalam pendidikan dari era industri ke era informasi adalah sebagai berikut.

Perubahan Sistem Pendidikan dari Era Industri ke Era Informasi

ERA INDUSTRI ERA INFORMASI
Buku sebagai alat Teknologi sebagai alat
Buku teks tunggal Perpustakaan elektronik
Ruang kelas sebagai dunia Dunia sebagai ruang kelas
Berfokus kepada pembicara Berfokus pada pertanyaan
Tingkatan tergantung usia Pengembangan terus menerus
Kelulusan Belajar seumur hidup
Orang terdidik Pemelajar mandiri
Menguasai materi Berbasis hasil
Tes beracuan standar Tes berbasis kinerja
Kelas atau sekolah menentukan standar Dunia menentukan standar
Ingatan hafalan Pemecahan masalah
Fakta-fakta terisolasi Keterhubungan divisualisasikan
Keterampilan membaca terisolasi Keterampilan komunikasi di semua media
Pembelajaran bersaing Pembelajaran kooperatif
Kompetisi antar rekan kelas Kolaborasi dengan komunitas pemelajar
Guru sebagai pengucur pengetahuan Guru sebagai pelatih, pembimbing, dan fasilitator
Pamer hasil Bimbingan dari orang lain
Belajar sesuai kasus Belajar sesuai waktu
Tertutup Terbuka
Langkah dan tahapan standar untuk semua siswa Identifikasi tujuan belajar individual

Lembaga pendidikan tentunya memperhatikan perubahan paradigma tentang pendidikan seperti dicontohkan di atas. Dalam prakteknya akan terlihat perubahan dalam proses belajar-membelajarkan. Kalau diabaikan, lembaga pendidikan itu akan kehilangan dan ditinggalkan oleh peminatnya. Dengan perkataan lain lembaga pendidikan itu, sebagai organisasi, tidak akan dapat bertahan, apalagi berkembang dan bersaing dan pada waktunya akan tutup atau mati.

Secara operasional organisasi belajar bermanfaat untuk:

1. meningkatkan kenerja yang lebih unggul dan mampu bersaing.
2. memenuhi kebutuhan pelanggan
3. memperbaiki mutu
4. memahami resiko dan keberanekaragaman lebih mendalam
5. mewujudkan kesejahteraan pribadi dan rohani
6. meningkatkan kemampuan mengelola perubahan
7. memperluas batas-batas
8. menyatu dengan masyarakat
9. mengejawantahkan kebebasan dan kemerdekaan
10. memenuhi tuntutan waktu
11. lebih menikmati pekerjaan dan hasil kerja.

Bagaimana Organisasi Belajar

Dalam organisasi belajar, kegiatan belajar terjadi pada tingkat individual, regu/kelompok, dan organisasi secara keseluruhan. Belajar pada tingkat individual sangat diperlukan karena individulah yang dapat berpikir dan bertindak, sungguhpun tidak merupakan jaminan bahwa apabila individu belajar secara otomatis organisasi juga belajar. Akan tetapi, tidak mungkin organisasi belajar apabila tidak terjadi proses belajar pada tingkat individu.

Walaupun belajar di tingkat individu dan di tingkat organisasi saling berkaitan, belajar di tingkat organisasi lebih daripada himpunan kegiatan belajar yang dilakukan oleh individu-individu. Individu merupakan pelaku belajar dalam organisasi tetapi proses belajar itu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dan karakteristik organisasi seperti iklim, keadaan sosial, politik, dan struktur organisasi. Berikut ini dikemukakan model organisasi menurut Senge dan Marquardt.

Menurut Senge (2000) organisasi belajar sehingga mampu melakukan perubahan prilaku yang memungkinkannya terus dapat berkembang, apabila memiliki kemampuan dalam lima disiplin: (1) berpikir sistem, (2) penguasan perorangan, (3) model mental, (4) visi bersama, dan (5) belajar beregu yang di dalamnya terdapat dialog. Kelima disiplin itulah, menurut Senge, fondasi/dasar organisasi belajar. Disiplin berpikir sistem merupakan bangunan teori dan praktek yang memadukan dan merekat keempat disiplin lainnya, sehingga terintegrasi mewujudkan organisasi belajar. Prinsip berpikir sistem terlihat pula pada teori dan praktik masing-masing disiplin lainnya.

Marquardt (1996) mengakui bahwa kemampuan dalam kelima disiplin belajar yang dikemukakan Senge penting dalam memaksimalkan organisasi belajar. Akan tetapi ia mengemukakan model organisasi belajar dalam suatu sistem yang di dalamnya belajar merupakan subsistem inti. Subsistem lain ialah organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi.

Subsistem belajar berkaitan dengan tingkat-tingkat belajar (tingkat individu, kelompok, dan organisasi), tipe belajar (adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan), serta kemampuan (berpikir sistem, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan dialog). Subsistem organisasi terdiri atas unsur-unsur visi, budaya, strategi dan struktur. Unsur-usur orang terdiri atas karyawan, manager/pemimpin, pelanggan, rekan usaha, dan masyarakat. Unsur pengetahuan meliputi akuisisi (data dan informasi yang diperoleh dari dalam dan luar organisasi), kreasi ( pengetahuan baru yang diciptakan), simpanan (pengetahuan yang mudah diperoleh anggota organisasi), transfer dan penggunaan (pengalihan informasi dan pengetahuan antar individu serta penggunaannya dalam organisasi). Subsistem teknologi terdiri dari unsur-unsur teknologi informasi, belajar berbasis teknologi dan sistem pendukung kinerja elektronik

Walaupun proses belajar organisasi sangat komplek, terdapat lima elemen yang saling melengkapi dan memungkinkan organisasi itu belajar secara efektif, yaitu: (1) berpikir sistem, (2) anticipatory and loop learning, (3) action learning, (4) sistem informasi, dan (5) ruang/tempat belajar.

Bagaimana Memimpin Organisasi Belajar

Uraian sebelumnya telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan organisasi belajar, penyebab dan pendorong organisasi belajar, serta bagimana organisasi itu belajar. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi perubahan paradigma atas organisasi itu sendiri. Perubahan paradigma itu juga akan mengakibatkan perubahan kedudukan dan peran pemimpin dalam organisasi belajar. Gaya dan tipe kepemimpinan yang berhasil diterapkan dalam organisasi tradisional belum tentu dapat dipergunakan untuk memimpin organisasi belajar.

Kepemimpinan dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang mulai dari teori klasik, teori kontingensi, sampai ke teori transformasional. Kepemimpinan dapat dikaji sebagai suatu proses sosial yang terjadi di antara sekelompk orang. Kepemimpinan muncul dalam hubungan sosial jadi bukan tergantung pada satu orang/pihak saja, tetapi bagaimana sekelompok orang bekerja sama untuk membuat situasi yang mereka hadapi menjadi bermakna dan proses yang demikian terjadi secara terus menerus.

Dalam teori organisasi kepemimpinan dibedakan dengan pengelolaan/ manajemen; kepemimpinan melekat pada pemimpin dan pengelolaan/manejemen melekat pada manajer. Pemimpin memiliki gambaran pandangan ke depan yang menjadi inspirasi bagi setiap orang dalam organisasi sedangkan manajer berurusan dengan proses/ kegiatan sehari-hari organisasi (Abraham Zalezink (dalam Shelton, 1997). Dilihat dari bidang tugasnya, pemimpin berhadapan dan berurusan dengan orang-orang di dalam organisasi, sedangkan manajer menghadapi tugas-tugas operasional yang harus dilaksanakan (Birch dalam Shelton, 1997). Sejumlah pakar teori organisasi dan manajemen, antara lain Warren Bennis (dalam Shelton, 1997: 14) dan Nanus dan Dobbs(1999) membedakan pemimpin dan manajer secara lebih rinci sehingga jelas perbedaannya dilihat dari peranan, tugas, fungsi, tanggung jawab, cara bekerjanya, serta ukuran keberhasilannya. Sungguhpun dapat dibedakan secara nyata, akan tetapi kemampuan memimpin dan kemampuan mengelola perlu dimiliki oleh seorang atasan untuk dapat berhasil mencapai tujuan organisasi atau tujuan kelompok/unit kerjanya. Dalam saat tertentu ia perlu bertindak sebagai pemimpin sehingga kemampuan memimpinya lebih diperlukan dan pada kesempatan lain ia bertindak sebagai manajer sehingga kemampuan manejerialnya yang diutamakan.

Sejalan dengan perkembangan teori organisasi dan manajemen, teori kepemimpinan pun berkembang. Kedudukan, tugas, dan fungsi pemimpin pemimpin disesuaikan dengan jenis, budaya, serta iklim organisasi. Secara garis besar, kepemimpinan yang dianut sebelum berkembangnya organisasi belajar (1990) dianggap sebagai kepemimpinan teradisional yang menganggap pemimpin sebagai seseorang yang istimewa dan berfungsi untuk menentukan arah organisasi, membuat keputusan-keputusan penting, memberikan kekuatan dan motivasi kepada semua anggota organisasi sehingga keluar dari pandangan yang sempit menjadi berwawasan yang luas. Kepemimpinan diidentifikasi menurut pola dan gaya yang diterapkan sampai dengan yang disebut kepemimpinan situasional/kontingensi dan belakangan ini dikenal pula kepemimpinan bersama (shared leadership). Definisi-definisi kepemimpinan tradisional mengandung kata-kata kunci seperti maksud, harapan, inspirasi, pengaruh, pengaturan sumber-sumber dan membuat perubahan.

Senge (1990:340) berpendapat organisasi belajar memerlukan pandangan baru tentang kepemimpinan. Ia berpendapat bahwa kepemimpinan tradisional didasari anggapan bahwa manusia adalah lemah dan tidak bertenaga, kurang memiliki visi pribadi dan tidak menguasai kekuatan perubahan, serta kekeurangan-kekurangan mereka hanya dapat diatasi oleh pemimpin yang besar. Sedangkan organisasi belajar menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada diri setiap orang.Pemimpin bertanggung jawab membangun orgnisasi yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kemampuannya memahami kompleksitas dan visi serta memperbaiki model mental. Singkatnya, pemimpin bertanggung jawab atas terjadinya proses belajar dalam organisasi. Dengan demikian, pemimpin berfungsi lebih sebagai perancang, guru, dan pelayan. Kesan bahwa pemimpin adalah pakar, penunjuk arah, dan pengendali berubah menjadi katalist, penyalur/pembagi informasi, dan koordinator. Kepemimpinan dalam organisasi dilandaskan pada pendekatan kolegial yang kooperatif dan kolaboratif.

Abad ke 21 menuntut paradigma baru tentang kepemimpinan dan Warren Bennis (dalam Shelton 1997: 13 – 20) berpendapat pemimpin dalam generasi ini perlu membuat inovasi, melakukan trobosan-trobosan pengembangan, memberikan inspirasi dan memperluas pandangan ke depan, giat bertanya dan menantang sehingga mereka sungguh-sungguh melakukan hal-hal yang benar. Tugas pemimpin tidak lagi hanya sebatas merumuskan visi, membuat keputusan strategis, serta mengarahkan semua sumber daya untuk mewujudkan visi itu atau memberikan perintah lalu mengawasinya.. Dewasa ini tantangan pemimimpin adalah mentransformasikan hirarki birokrasi dan memberdayakan setiap anggota sehingga kreatif serta inovatif melalui belajar sepanjang hayat. Dalam konteks ini memberdayakan mengandung makna menyediakan lebih banyak informasi kepada lebih banyak orang pada lebih banyak lini melalui lebih banyak alat dan saluran, mendorong terjadinya kolaborasi untuk membangun koalisi pemecahan masalah, dan melakukan desentralisasi sumber daya sehingga tersedia dan dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah setempat Ken Shelton, 199t:6). Pemberdayaan yang demikian akan berfungsi dengan baik serta berhasil apabila pemimpin memberikan kepercayaan kepada orang-orang dalam organisasi dan melonggarkan pengawasan dan penilaian yang ketat atas kinerja mereka. Kepercayaan yang diberikan oleh pemimimpin akan memotivasi mereka mengawasi dan mengendalikan dirinya sendiri serta menilai kinerjanya secara bertanggung jawab. Melalui pemberdyaan yang demikianlah akan memunculkan rasa kepemilikan (sense of belonging/ownership). Pemimpin membimbing dan memberikan bantuan tanpa menghilangkan tanggung jawab.

Perlunya kepemimpinan menganut prinsip-prinsip baru dalam organisasi juga dekemukakan oleh John W. Humphrey (dalam Shelton 1997: 31 – 34)) dengan mengatakan bahwa kepemimpinan perlu meluas dan mendalam pada setiap fungsi serta diterapkan di seluruh lini organisasi. Apabila ingin berkembang dan mampu bersaing, organisasi hendaknya memberikan kepercayaan pada kepemimpinan personal yang dimiliki setiap individu di setiap lini. Dengan perkataan lain bahwa orgaisasi belajar membelajarkan setiap orang menjadi pemimpin dirinya sendiri dan pada waktunya nanti siap memimpin orang lain dan organisasi menghindari kepemimpinan berpusat kepada sesorang atau kelompok tertentu dalam organisasi. Organisasi harus mengubah dari kepemimpinan kelompok kerbau, paradigma lama, menjadi kepemimpinan kelompok angsa, paradigma baru ( James A. Belasco dalam Shelton 1997: 35 – 40). Kerbau sangat patuh kepada pemimpinnya serta selalu siap menunggu perintah dan melaksanakannya. Apabila pemimpin tidak ada maka kerbau anggota kelompok itu bingung dan tidak tahu berbuat apa-apa, sehingga mudah menjadi korban pihak lain. Sedangkan kelompok angsa yang terbang membentuk formasi V dengan pemimpin pada ujung depan. Apabila kelelahan, pemimpin yang berada pada posisi terdepan itu mengubah posisinya dan segera digantikan oleh angsa lain serta mantan pemimpin itu segera menempatkan dirinya pada posisi yang sesuai sehingga tetap tidak mengubah formasi V tersebut. Dalam organisasi belajar kepemimpinan dan pemimpin dapat sering berubah sesuai dengan keadaan serta tuntutan organisasi dan setiap orang siap menjadi pemimpin melalui proses pembelajaran yang terjadi dalam organisasi.

PENUTUP

Dari pembahasan yang dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa agar organisasi tidak hanya dapat bertahan hidup tetapi berkembang dan mampu bersaing, organisasi perlu belajar dimulai dari tingkat individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan. Dalam organisasi belajar terdapat berbagai model belajar yang antara lain yang diperkenalkan oleh Senge dan Marquardt. Agar organisasi dapat belajar melakukan perubahan melalui berbagai inovasi yang kereatif, peranan pemimpin dengan pola-pola kepemimpinannya perlu disesuaikan dengan prinsip-prinsip organisasi belajar. Pemimpin tidak hanya berfungsi merumuskan visi, menetapkan kebijakan strategis, dan mengarahkan semua sumber daya mewujudkan visi organisasi, tetapi lebih mengarah pada pemberdayaan semua anggota organisasi unstuck belajar secara individual dan beregu dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi setiap orang untuk dapat mengembangkan kemamapuannya secara bebas dan kreatif dengan tetap berkiblat pada visi bersama. Pemimpin dalam organisasi belajar berfungsi sebagai perancang, guru atau fasilitator, dan pelayan serta dalam melaksanakan fungsinya itu berupaya membelajarkan setiap orang untuk menjadi pemimpin dirinya sendiri dan orang lain. Dengan demikian maka pola kepemimpinan yang sesuai dalam organisasi ialah kepimimpinan bersama (shared leadership) yang juga mampu menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging/ownership) dan rasa bertanggung jawab (sense of rensponsibility) pada diri setiap anggota organisasi. Sudah barang tentu dalam organisasi berbagai gaya dan tipe kepemimpinan yang dalam paradigma lama tidak diabaikan sama sekali. Dalam keadaan tertentu gaya dan tipe-tipe itu juga diterapkan dalam organisasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dalam belajar-membelajarkan. Dengan perkataan lain kepemimpinan situasional diterapkan mendorong terjadinya proses belajar pada setiap lini organisasi.
Sumber: http://bintangsitepu.wordpress.com/2010/07/02/memimpin-organisasi-belajar/

Read More..

Senin, 03 Mei 2010

LI LANQING, REFORMER PENDIDIKAN CINA

PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam membangun suatu masyarakat bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan masyarakatnya menjadi masyarakat dan bangsa yang maju. Karena melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang ingin dikembangkanya. Hal ini terlihat dari berbagai kenyataan, bahwa suatu masyarakat dan bangsa maju pasti memiliki suatu sistem pendidikan yang baik. Kondisi ini dapat ditafsirkan dengan dua hal. Pertama, pendidikan di negara maju baik karena pemerintahnya memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan, Kedua bisa jadi karena pendidikan yang baik menghasilkan dan mendorong suatu masyarakat dan bangsa menjadi maju. Kedua kemungkinan ini dapat saja terjadi. Namun kemungkinan pertama didukung oleh banyak pengalaman negara yang baru saja memasuki dalam kelompok negaran maju, seperti Malaysia dan Cina. Kemajuan kedua negara ini karena mereka memiliki komitmen yang kuat dan kepedulian yang tinggi akan dunia pendidikan.

Cina, misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, berhasil membuat prestasi yang sangat mengagumkan, yaitu merubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, yang tadinya hanya sebagai negara berkembang, yang hanya mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakatnya, kemudian berubah dan masuk ke tahap awal menjadi masyarakat yang makmur. Perubahan yang dialami Cina merupakan perubahan yang sangat berarti. Perkembangan ekonomi dan kemajuan yang dialami Cina sangat dikagumi dunia dan dihormati oleh banyak kalangan.

Semua keberhasilan itu, tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh para pemimpin Cina dalam melakukan reformasi dalam berbagai aspek kehidupan di Cina, terutama dalam dunia pendidikan. Mereka menyadari bahwa pendidikan telah memiliki peran yang banyak dalam mencapai kesuksesan tersebut. Itu adalah hasil dari upaya mereka yang tidak kenal lelah dalam membangun bangsa melalui aspek pendidikan. Keyakinan mereka membangun bangsa melalui sektor pendidikan terlihat dari upaya ekspansi yang berkelanjutan yang dilakukan sejak tahun 1980 sampai awal tahun 1990. Selama periode ini, pendidikan terus mengalami kemajuan secara cepat, dan banyak inovasi yang historis selama dekade tersebut.

Salah seorang tokoh Cina yang memiliki andil sangat besar dan berarti terhadap kemajuan Cina, khususnya dalam dunia pendidikan tersebut adalah Li Lanqing. Bagaimana visi, misi, komitmen dan filosofi beliau dalam membangun Cina melalui pendidikan, tergambar dalam bukunya berjudul Education for 1.3 Billion. Berikut sekilas gambaran perjalan hidup dan karir beliau serta pandangan-pandangannya tentang pendidikan yang diimplementasikannya dalam serangkaian kebijakan selama beliau menjadi Wakil Perdana Menteri selama dua periode.

LI LANQING, DAN KARIR HIDUPNYA

Kemajuan dunia pendidikan yang terjadi di akhir 90-an dan awal 2000 di Cina tidak lepas dari peran dari seorang birokrat yang memiliki visi dan komitmen yang kuat terhadap dunia pendidikan. Li Lanqing, yang pada tahun 1993 di angkat menjadi Wakil Perdana Menteri Cina, sekaligus ditugasi untuk menangani masalah pendidikan di negeri tirai bambu tersebut, adalah orang yang dianggap berhasil melaksanakan tugasnya mendorong kemajuan Cina melalui reformasi dalam bidang pendidikan. Li Lanqing sebenarnya bukan tokoh yang berlatar belakang bidang pendidikan.

Li Lanqing yang dilahirkan di Kota Zhenjiang, Provinsi Jiangsu, pada tahun 1932, berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Fudan Shanghai Municipality pada tahu 1952. Kemudian ia bekerja di sebuah industri otomotif selama lebih dari 20 tahun. Berbagai tugas dan jabatan telah dijalaninya, mulai dari hanya sebagai pekerja, trainer, Wakil Direktur, dan sekretaris. Kemudian pada tahun 1982 ia menjadi Direktur Kantor Administrasi Investasi Luar Negeri pada Kementerian Hubungan Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri. Terakhir ia menjadi Wakil Umum Tinjin. Karirnya terus meningkat sehingga pada tahun 1990, ia menjadi Menteri Hubungan Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri. Karir puncak di pemerintahan dicapai pada saat ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Cina pada tahun 1993.

Keberhasilan dalam karir politiknya dicapai sejak ia menjadi anggota pengganti ke-13 CPC, Central Committee, pada tahun 1987. Kemudian menjadi anggota ke-14 CPC, Central Committee, sekaligus anggota Politburo, pada tahun 1992. Kedudukan tersebut meningkat, yaitu menjadi anggota ke-15 CPC, Central Committee, Politboro, dan Standing Committee, pada tahun 1997.

LI LANQING, BIROKRAT YANG PEDULI PENDIDIKAN

Sejak diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri Cina yang sekaligus mendapat tugas menangani bidang pendidikan pada tahun 1993, Li Lanqing terus berusaha keras melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Berbagai upaya telah direncanakan dengan matang dan laksanakan dengan optimal yang didasari oleh visi yang jelas tentang pendidikan yang ingin diwujudkan dan komitmen yang kuat untuk mencapai visinya.

Usaha yang sungguh-sungguh ditunjukkan Li Lanqing dengan melakukan kunjungan ke berbagai sekolah di berbagai daerah untuk menampung keluhan dan berbagai masalah yang dihadapi. Ia tidak terhalang dengan kondisi jalan yang rusak dan sulit untuk mencapai suatu perkampungan (ke daerah Pegunungan Provinsi Yunan, misalnya), bila perlu ia akan naik sepeda atau jalan kaki, agar mendapatkan informasi langsung dari para guru di sekolah. Dari hasil perjalanannya berkeliling, Li Lanqing melihat terdapat tiga permasalahan utama dalam bidang pendidikan yang harus segera diatasi, yaitu gaji guru yang rendah, perumahan guru yang tidak layak, dan dana pendidikan yang tidak memadai.

Pada tahun 1993, tercatat, guru memiliki gaji yang rendah dan disadari, kondisi ini akan berpengaruh terhadap kinerja dan profesionalitas guru dalam melaksanakan tugasnya. Bagaimana dapat menuntut guru melaksanakan tugas dengan optimal, kalau dirinya menghadapi masalah dengan kesejahteraan diri dan keluarganya.

Perumahan guru yang kumuh (tidak layak) juga dihadapi oleh Li Lanqing. Guru memiliki rumah hanya rata-rata 6,9 m2 per kapita, lebih rendah dari penduduk urban yang memiliki 7,5 m2 per kapita. Disadari, bagaimana guru dapat bekerja dengan baik kalau mereka hidup dalam lingkungan yang kumuh

Pada tahun 1989, dana dari negara untuk pendidikan hanya 9,4 milyar yuan. Dengan dana sebesar itu, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengembangkan dunia pendidikan, yang harus melayani masyarakat lebih dari satu milyar orang.

Visi Li Lanqing dalam membangun dunia pendidikan di Cina, terlihat dalam pandangan-pandangannya tentang berbagai faktor yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Li Lanqing memandang bahwa tanggung jawab pendidikan adalah bidang yang sangat vital untuk membangun suatu masyarakat Cina. Melalui pendidikan akan dihasilkan orang-orang yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugas dan berbagai pekerjaan dengan baik. Tanpa orang kompeten kita tidak akan dapat melakukan apapun. Untuk itu diperlukan dana yang memadai untuk membiayai seluruh kebutuhan pendidikan. Li Lanqing yakin, bahwa sistem pendidikan akan memiliki kinerja yang lebih baik jika memiliki dana yang cukup. Karena itu ia berpendapat, pemerintah harus mengambil alih tugas dan pendanaan pendidikan.

Komitmen Li Lanqing untuk membangun dunia pendidikan di Cina menjadi maju agar dapat mendorong Cina menjadi negara yang modern, diperlihatkan dengan menyediakan dana bagi pendidikannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Total dana pendidikan yang telah dihabiskan telah meningkat secara mantap, dan alokasi anggaran negara memperlihatkan persentasi pada gross domestic product (GDP) yang meningkat mencapai rata-rata 20% sejak 1992. Pada 2002, total dana mencapai 548 milyar yuan atau 84,2 milyar yuan lebih besar dari tahun sebelumnya yang menunjukkan peningkatan sebesar 18%. Ini adalah 58 kali lebih besar dari tahun 1978 (9,8 milyar yuan), dan lima kali lebih besar yang dihabiskan pada tahun 1993 yang hanya sebesar 106 milyar yuan. Di luar itu, alokasi dana negara pada tahun 2002 sebesar 349,1 milyar yuan, atau 3,41% dari GDP. Ini adalah 43,4 milyar lebih besar dari tahun sebelumnya yang hanya 305,7 milyar yuan, atau meningkat 14%. Ini juga 4 kali lebih besar dari tahun 1993 yang menghabiskan anggaran 86,8 milyar yuan. Berbagai kebijakan di atas didasarkan pada pandangannya tentang siapa yang seharusnya membiayai pendidikan. Li Lanqing memandang bahwa yang bertanggung jawab menyediakan pendidikan yang layak adalah pemerintah. Pendidikan dasar, khususnya untuk wajib belajar, sangat tergantung pada alokasi dana dari pemerintah. Demikian juga dengan pembiayaan pengembangan infrastruktur untuk pendidikan keterampilan dan pendidikan tinggi, sangat bergantung pada dukungan dana dari pemerintah. Hanya permasalahannya adalah semua itu harus diatur dengan undang-undang.



LI LANQING, BIROKRAT YANG PENDIDIK

Dalam melaksanakan tugasnya mereformasi dunia pendidikan di Cina, Li Lanqing mengacu kepada sejumlah filosofi dan teori yang dikembangkan baik di dunia timur maupun barat. Salah satu filsafat yang menyadarkan dirinya akan pentingnya pendidikan untuk pembangunan bangsa yang modern di masa depan adalah filsafat yang dikemukakan oleh filosof Guan Zhong: “Untuk satu tahun, tidak ada yang lebih penting daripada memelihara butir; Untuk sepuluh tahun, tidak ada yang lebih penting daripada memelihara pohon; Untuk seumur hidup, tidak ada yang lebih penting daripada memelihara manusia”. Menghargai guru dan nilai-nilai pendidikan ditanamkan secara mendalam pada pikiran generasiku.

Li Lanqing juga mendasari kebijakan pendidikan pada keyakinannya akan teori belahan otak manusia (kiri dan kanan) yang dikembangkan oleh seorang ahli neurobiologi dan psikologi Amerika yang bernama Roger Wolcott Sperry (1950-an). Teori ini menyatakan bahwa otak manusia itu terdiri belahan otak kanan dan otak kiri (the two cerebral hemispheres) yang memiliki fungsi berbeda, namun keduanya harus dikembangkan secara harmonis. Oleh karena itu, pendidikan harus mengembangkan dan melatih otak secara keseluruhan, mendukung perkembangan otak secara menyeluruh, dan menyediakan siswa sebuah lingkungan yang mampu menstimulasi kemampuan berpikir yang berbeda, seperti kemampuan berimajinasi, bahasa, matematika, musik, gerak dan grafik. Untuk itu pendidikan kita harus menekankan pada pengembangan kemampuan berfikir logis secara bersama-sama dengan melatih berfikir visual.

Li Lanqing juga terispirasi untuk mendasari reformasi pendidikan di Cina dengan menerapkan teori multiple intellegences dari Howard Gardner seorang profesor psikologi perkembangan dari Harvard University. Dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind (1983) Gardner mengkategori terdapat tujuh kecerdasasan pada manusia, yang belakang di tambah dua kategori lagi, yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis (lingkungan), dan eksistensial.

Berbagai teori dan filosofi di atas diimplementasikan oleh Li Lanqing dalam mereformasi dunia pendidikan di Cina secara serius dengan mengembangkan Pendidikan karakter. Pengembangan pendidikan karakter sendiri menekankan pada pengembangan aspek-aspek individu yang dirangkum dalam slogan: “Morally, Intelectually, Physically, Aesthetically”. Sumber konsep pendidikan karakter ini sendiri didasarkan pada suatu pernytaan Deng Xiaoping bahwa secara keseluruhan reformasi sistem pendidikan mendesak dilakukan untuk membawa pikiran bahwa reformasi adalah untuk tujuan yang mendasar memutar setiap warga negara ke dalam manusia yang berkarakter dan membina anggota masyarakat yang lebih konstruktif. Di samping itu juga didasarkan pada pendapat Jiang Zemin: Kita harus menempatkan pendidikan dalam posisi yang strategis dan memberi prioritas untuk pengembangannya, bekerja keras untuk menaikan ideologi, moral, ilmu pengetahuan, dan budaya nasional secara keseluruhan.

Untuk mengembangkan pendidikan karakter tersebut, maka Li Lanqing melakukan reformasi pada kurikulum, buku teks, dan sistem evaluasi dan testing. Kurikulum sekolah dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki anak; kurikulum diarahkan untuk memfasilitasi semua potensi yang dimiliki anak agar berkembang secara optimal, melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada siswa melalui diskusi, mendorong pada pengembangan berfikir inovatif, dan pembelajaran yang berkualitas.

Keseriusan Cina untuk mereformasi pendidikan juga ditunjukkan oleh upaya President Jiang Zemin mengumpulkan anggota Polutbiro dan pimpinan departemen yang relevan untuk membahas bagaimana mengelola beban pelajaran siswa agar patut dan sesuai dengan usia perkembangan anak, menyenangkan, dan mengembangkan seluruh aspek dimensi manusia; aspek kognitif (intelektual), moral, aestetika, dan fisik (atletik).

Beberapa inovasi lain telah digulirkan Cina adalah, diberlakukannya wajib pendidikan dasar 9 tahun dan penghapusan buta huruf bagi anak muda dan setengah baya. Inovasi ini berhasil meningkatkan tingkat pendidikan nasional secara berarti. Pendidikan tinggi dikembangkan secara cepat dengan beberapa perubahan awal, diantaranya pembelajaran dikembangkan dengan menekankan pada peningkatan kualitas siswa, seperti mengembangkan karakter siswa sebagaimana penguasaan pengetahuan (kognisi). Penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan juga telah berhasil mendorong mempercepat moderinisasi. Kompensasi, kesejahteraan dan status sosial guru telah banyak dikembangkan, dan membuat profesi tersebut mendapat respek dan penghormatan dari masyarakat. Pendidikan swasta berkembang dengan cepat. Hal ini ditandai dengan banyak jenis sekolah dibangun. Pertukaran pendidikan dan kerja sama dengan negara lain secara aktif dan luas telah memperkuat daya saing/kompetisi di dunia.

Pada dekade terakhir, sejumlah permasalahan besar telah terpecahkan. Total dana pendidikan nasional telah mencapai rata-rata 20% per tahun, dan mencapai 548 milyar yuan pada tahun 2002, lima kali lebih banyak dibanding tahun 1993. Di akhir abad 20, wajib pendidikan dasar 9 tahun telah mendekati universal dan remaja dan orang-orang setengah baya telah bebas dari buta huruf, sementara pendidikan menengah telah meningkat dengan sangat pesat. Sejak tahun 1999, institusi pendidikan tinggi telah mengerahkan banyak siswa setiap tahunnya hingga tahun 2002. Terdapat 16 juta siswa di jenis pendidikan tinggi yang berbeda. Berdasarkan statistik UNESCO terakhir skala pendidikan tinggi Cina adalah terbesar di dunia. Selama sepuluh tahun perubahan dan pengembangan secara keseluruhan telah menciptakan suatu pemandangan pendidikan baru di Cina.

KESIMPULAN

Kualitas sistem pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu masyarakat dan bangsa. Hal ini telah terbukti dari apa yang dilakukan oleh Cina. Reformasi pendidikan di Cina dinilai sangat berhasil karena membawa perubahan besar bagi kehidupan bangsa dan masyarakat Cina. Keberhasilan-keberhasilan ini dicapai memang pada dasarnya tidak lepas dari dukungan kebijakan umum Partai Komunis Cina, dimana Li Lanqing adalah salah seorang kader andalannya.

Li lanqing dalam mengambil kebijakan reformasi pendidikannya bersandar pada sejumlah kebijakan partai, filosofi para pendahulunya, dan juga berbagai teori yang dikembangkan oleh para ahli psikologi dan neurobiologi. Kebijakan yang paling nyata diantaranya meletakkan strategi utama pendidikan dan implementasinya untuk melakukan pembaharuan negara; mengembangkan sains dan pendidikan untuk memformulasikan kerangka kerja yang teratur dan sesuai; peningkatan dana pemerintah untuk membuat perubahan umum dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, pembuatan kebijakan wajib pendidikan universal sampai pada memperbesar pengerahan siswa dalam institusi pendidikan tinggi, dari perkembangan profesi guru sampai pada popularitas pendidikan membangun karakter.

DAFTAR RUJUKAN
Li Lanqing. 2005. Education For 1.3 Billion. Beijing: Foreign Language Teaching and Research Press
Megawangi, Ratna. Mendidik 1.3 Milyar Manusia. Suara Pembaruan Daily
——–, Meningkat, Lanjutkan Pendidikan ke Cina. Pikiran Rakyat, Kamis, 26 April 2007

Read More..

Selasa, 27 Oktober 2009

Manajerial Sekolah - P4TK BMTI Bandung

Pada hari Senin, 26 Oktober 2009 dilaksakan pembukaan Diklat Manajemen Sekolah yang berujuan membekali peserta yang terdiri dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala dan Calon Cakep agar memiliki kompetensi Manajerial kepemimpinan untuk Sekolah yang diprioritaskan SMK.
Peserta diklat pada kelompok Manajerial Sekolah yang dilaksanakan dari 26 s.d. 31 Oktober 2009 terdiri dari 34 orang yang berasal dari seluruh tanah air. Adapun pesertanya adalah:
1. Nasrol, S.T.
2. Elly Sulastri, S.Pd.
3. Makmur Lingga, Drs.
4. Subiyanto, S.Pd.
5. Imam Khomsun, S.T.
6. Nurul Illyas, S.Kom.
7. Budi Rukadi.
8. Ujeh Kuryana, M.M.
9. Supian Syarip H, S.Pd.
10. Hendra Gunawan, S.Pd.
11. Wizurai, Drs.
12. Machfud Herman S, Drs.
13. Dwi Budhi Martono
14. Supracihno
15. Ageng Triono, Drs.
16. Budiyono, S.Pd.
17. Mohamad Ismail, S.Pd.
18. Mathasim, S.E.
19. H. Mohamad Kodam, S.Pd.
20. Anne Katrin, Dra.
21. Rakhman hakim, S.Pd.
22. Sutarman, S.Pd.
23. Harry Anggono, M.Sc.
24. Suwardi, MT.
25. Jacob Pariury, S.Pd.
26. Justinus Rahailwarin, Drs.
27. Sientje kainama, Dra.
28. Nurfida, Dra.
29. La Saani, SPd.
30. Abdulrahim Gobel, S.T.
31. Makruf, Drs.
32. Siti Aminah, S.Pd.
33. Paidi , S.Pd.
34. Ardi Susanto, S.Pd.
35. Sunaji, S.Pd.

Read More..

Kamis, 10 September 2009

Pemenuhan Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) sebagai Penjamin Mutu Pendidikan Bertaraf Internasional

Pada sekolah yang termasuk sebagai sekolah bertaraf internasional diharapkan dapat memenuhi Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT), yaitu sebagai ciri-ciri keinternasionalan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Dimana IKKT ini merupakan dimensi-dimensi internasional bagi sekolah SBI yang diharapkan dapat secara bertahap dipenuhi. Pemenuhan IKKT oleh sekolah dapat dilakukan secara bertahap dan dengan skala prioritas, khususnya bagi sekolah SBI yang masih dalam masa rintisan.
Sebagai tambahan dari komponen-komponen dalam IKKM, maka IKKT merupakan pengayaan dari minimal tiap komponen IKKM tersebut. Makin banyak komponen IKKM yang dapat ditambahkan (yang berarti unsur x-nya makin banyak), maka akan makin kuat eksistensi sebagai SBI. Oleh sebab itu, terdapat indikator-indikator yang harus ditambahkan sehingga dapat disebut sebagai SBI. Apabila tidak atau kurang dari standar yang ditetapkan tersebut, maka sekolah yang bersangkutan kedudukannya sama dengan sekolah berstandar nasional, yaitu sekolah yang hanya mampu menyelenggarakan dengan standar nasional.
Adapun komponen-komponen IKKT yang dapat dikembangkan atau ditambahkan untuk memenuhi jaminan mutu pendidikan yang bertaraf internasional antara lain sebagai berikut:
A. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur akreditasi sekolah
Di samping telah terakreditasi secara nasional oleh Badan Akreditasi Sekolah-Nasional dengan kualifikasi sangat baik (A), maka SBI juga harus memenuhi jaminan mutu berstandar internasional. Salah satu upaya yang secara bertahap dipenuhi adalah bersertifikasi atau terakreditasi secara internasional. Hal ini dipergunakan sebagai indikator kinerja kunci tambahan yang sangat penting untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa sekolah tersebut telah terjamin mutunya setara internasional pula.
Hasil akreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi sekolah pada salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan adalah minimal baik. Di samping itu, sekolah juga dapat diakreditasi oleh pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional seperti misalnya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya. Catalan: khusus untuk hal ini (akreditasi) akan diatur kemudian secara tersendiri.
Proses yang ditempuh oleh sekolah untuk memperoleh akreditasi internasional di antaranya melalui pentahapan: (a) pemenuhan persyaratan minimal yang ditetapkan, misalnya telah memenuhi SNP atau IKKM, (b) melakukan evaluasi diri (internal sekolah), (c) mengajukan ke lembaga/badan akreditasi internasional dari salah satu negara anggota OECD tersebut atau dari negara maju lainnya, (d) dilakukan verifikasi eksternal, (e) penetapan sebagai sekolah yang terakreditasi internasional untuk jangka waktu tertentu, (f) dilakukan penilaian pertengahan masa atau tahun tertentu, (g) penetapan kembali apabila memenuhi persyaratan, dan seterusnya. Pada dasarnya sertifikasi akreditasi adalah bukan harga mutlak, akan tetapi setiap periode waktu tertentu akan gugur apabila berdasarkan penilaian tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai skeolah yang bertaraf internasional.
Namun demikian, selama masa rintisan dalam pencapaian pemenuhan akreditasi ini belum merupakan prioritas utama, mengingat masih banyak aspek IKKM dan IKKT lainnya yang juga belum terpenuhi. Setelah habis masa rintisan diharapkan hal ini dapat diupayakan secara bersama-sama dengan semua pihak yang terkait.
B. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur kurikulum sekolah
Sebagaimana telah dijelaskan dalam IKKM bahwa sekolah yang bertaraf internasional wajib memenuhi IKKM, yaitu memenuhi standar nasional pendidikan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah pemenuhan kurikulum yang dikembangkan sendiri oleh sekolah dalam bentuk silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan pengembangan bahan ajarnya sesuai tuntutan kompetensi, berdasarkan pada SKL dan Standar Isi yang telah ditetapkan secara nasional yaitu dalam Permendiknas Nomor 23 dan 22 Tahun 2006. Dengan pemenuhan kurikulum tersebut berarti telah menjamin akan mutu pendidikan berstandar nasional
Namun demikian, sebagai sekolah bertaraf interaasional harus mampu menjamin adanya keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan yang ditambah dengan isi kurikulum bertaraf internasional. Indikator keberhasilan sekolah bertaraf intemasional dalam menjamin mutu intenasional tersebut antara lain ditunjukkan oleh pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: (1) sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-masing; (2) muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; dan (3) menerapkan standar kelulusan sekolah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan secara nasional.
Terdapat beberapa altematif dalam pengembangan kurikulum yang bertaraf internasional sebagai indikator kinerja kunci tambahan (IKKT). Altematif pertama adalah merupakan pengembangan SK, KD, dan indikator kompetensi dengan cara menambah SKL SMP yang telah ada dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, untuk ditentukan menjadi suatu mata pelajaran tertentu. Dan selanjutnya dikembangkan menjadi beberapa Standar Kompetensi (SK) serta beberapa Kompetensi Dasar (KD). Dari masing-masing KD dikembangkan lebih lanjut menjadi indikator-indikator kompetensi. Cakupan, luasan, dan kedalaman masing-masing (SK,KD, dan indikator) disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Diharapkan sekolah mampu mengembangkan (dalam pengertian setara atau lebih tinggi/banyak) SK, KD, dan indikator kompetensi sesuai dengan standar yang ada dan berlaku di sekolah bertaraf internasional, misalnya dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
Altematif kedua adalah dengan mengembangkan (menambah) SK, KD, dan indikator kompetensi dari SKL beberapa mata pelajaran tertentu yang ada (misalnya IPA, Bahasa Inggris, Matematika, TIK, dan sebagainya) sebagai ciri-ciri keinternasionalannya atau sebagai IKKT. Altematif yang ketiga adalah dengan cara mengembangkan (menambah) Kompetensi Dasar yang ada pada Standar Kompetensi untuk mata pelajaran-mata pelajaran tertentu.
Baik alteraatif pertama, kedua maupun ketiga, selanjutnya dikembangkan menjadi suatu silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berlaku untuk selama tiga tahun pembelajaran, dimana di dalamnya telah ditambahkan IKKT berdasarkan kebutuhan dan kondisi sekolah. Semua itu kemudian disebut sebagai Kurikulum Internasional yang berlaku di sekolah yang bersangkutan sebagai rintisan SBI. Sistematika dan format pembuatan kurikulum ini dapat mengacu dari ketentuan yang telah ada dan berlaku untuk KTSP atau dikembangkan sebagaimana yang berlaku dari negara lain, khususnya dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Dengan demikian, ditinjau dari kurikulum yang dilaksanakan, SBI benar-benar telah menjamin mutu pendidikannya bertaraf internasional.
Untuk sementara dalam masa rintisan, sekolah menggunakan Standar Isi dan SKL SBI sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan SMP. Kedepan diharapkan dapat lebih disempurnakan oleh berbagai pihak yang berwenang dan kompeten.
C. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur pembelajaran atau Proses Belajar Mengajar (PBM)
Pengembangan Proses Belajar Mengajar (PBM) pada rintisan SBI lebih menekankan kepada proses pembelajaran untuk mencapai SKL, SK, dan KD yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang telah memenuhi IKKM dan IKKT. Untuk itu diperlukan berbagai strategi pembelajaran yang relevan, dan inovatif sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik misalnya: penerapan prinsip-prinsip CTL, pembelajaran tuntas, pembelajaran bermakna, problem solving, dan sebagainya. Sebagai jaminan bahwa SBI tersebut telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tuntutan IKKM, yaitu memenuhi standar proses pembelajaran.
Sebagai indikator pencapaian keberhasilan SBI dalam pemenuhan IKKT pembelajaran, antara lain ditunjukkan oleh: (1) proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator; (2) diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan; (3) menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) pembelajaran mata pelajaran kelompok sains dan matematika menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia; dan (5) dalam proses pembelajaran selain menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, juga bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa Perancis, Spanyol, Jepang, Arab, dan China.
Dengan keberhasilan SBI menambah berbagai IKKT dalam proses pembelajaran tersebut, maka dapat dikatakan sekolah yang bersangkutan telah mampu memberikan jaminan akan mutu proses pembelajaran yang setara atau lebih tinggi dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah-sekolah bertaraf internasional lainnya dari negara-negara maju. Sekali lagi, pemanfaatan TIK merupakan salah satu cara untuk membantu pencapaian proses pembelajaran yang bertaraf internasional, dimana siswa dan guru dapat lebih mampu berinteraksi dengan pihak lain, sumber belajar lain, dan secara internal dapat menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dengan demikian ciri utama SBI dalam pembelajaran adalah menggunakan bilingual dan berbasis TIK.
D. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur penilaian
Pada dasarnya sistem penilaian yang dilakukan oleh sekolah yang ditetapkan sebagai rintisan SBI adalah tetap mengacu pada rambu-rambu yang dikeluarkan oleh BSNP atau Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional, yaitu memenuhi standar penilaian sebagai wujud dari pemenuhan IKKM penilaian atau telah mampu memenuhi standar penilaian.
Namun demikian, sebagai rintisan SBI sekolah harus melakukan pengembangan sistem penilaian yang bersifat memperkaya, memperluas, dan bervariatif untuk mencapai standar IKKT penilaian, yaitu yang berlaku di dunia pendidikan bertaraf intenasional. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam sistem penilaian yang merupakan IKKT penilaian bagi SBI, yaitu: Pertama, input penilaian seperti instrumen penilaian, acuan atau kriteria penilaian, standar pencapaian ketuntasan kompetensi, bahan atau materi yang dinilai (cakupan atau kedalaman), dan fasilitas sumber daya penilaian. Kedua, adalah proses penilaian yang berstandar internasional, dalam hal ini sekolah dengan menggunakan berbagai input penilaian tersebut dapat melaksanakan penilaian kepada peserta didik menggunakan berbagai pendekatan atau model penilaian dari salah satu anggota negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, yaitu untuk menilai kinerja, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan lainnya yang mencerminkan bentuk penilaian sesungguhnya (authentic assesment). Dan, ketiga adalah kriteria hasil pendidikan, yang pada prinsipnya adalah minimal sama atau setara dengan standar dari sekolah-sekolah yang telah bertaraf internasional atau bahkan lebih tinggi acuan atau standarnya, baik menggunakan acuan norma maupun acuan kriteria. Akhir dari penilaian bagi SBI adalah dengan sertifikasi internasional. Maksudnya adalah bahwa peserta didik harus dinilai oleh lembaga internasional atau dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
Selama masa rintisan, sistem dan standar penilaian SBI menggunakan atau menerapkan dari apa yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan SMP. Kedepan diharapkan berbagai pihak yang berkompeten dan berwenang dapat melakukan pembinaan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, keberhasilan sekolah melaksanakan proses penilaian dan pencapaian hasil-hasil pendidikan yang bertaraf internasional, maka dapat dikatakan mampu memberikan jaminan akan mutu penilaian yang telah bertaraf internasional

E. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur pendidik
Pendidik (guru) memiliki tugas dan tanggung jawab yang amat strategis dalam peran dan fungsinya sebagai pendidik SBI, yaitu harus memenuhi IKKM pendidik (standar pendidik). Tugas, peran, dan fungsi pendidik harus mampu ditunjukkan dalam kompetensi dan profesinya, baik kompetensi kepribadian, sosial, pedagogik, dan profesional untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan, sebagaimana telah dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2006. Pemenuhan standar kompetensi guru tersebut harus ditunjukkan dengan pemenuhan sertifikasi kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007. Terpenuhinya standar pendidik (IKKM) ini berarti telah mampu menunjukkan sebagai tenaga profesional yang akan membawa kepada pencapaian standar mutu pendidikan sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.
Namun demikian, sebagai tenaga pendidik yang telah memenuhi standar nasional atau IKKM, apabila dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada sekolah yang bertaraf internasional dituntut juga harus memenuhi IKKT dalam upaya memenuhi tuntutan pencapaian mutu pendidikan yang bertaraf internasional pula. Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) sebagai guru SBI antara lain adalah: (1) semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK; (2) guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris; dan (3) minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A. Pendidik yang menjalankan profesinya pada SBI, maka dalam melaksanakan proses pembelajaran sepanjang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhannya, selain menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris juga bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering digunakan dalam forum internasional, seperti bahasa Perancis, Jerman, Spanyol, Jepang, Arab, dan China. Sangat dimungkinkan bagi guru SBI untuk mampu memenuhi juga tuntutan kompetensi profesional yang ditunjukkan dengan pemenuhan sertifikasi profesi yang bertaraf internasional sesuai dengan bidang keahlian dan profesi yang dimiliki.
F. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur tenaga kependidikan (kepala sekolah)
Ditetapkannya standar kepala sekolah sebagai tenaga kependidikan dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 adalah untuk memberikan jaminan terhadap proses perencanaan, penyelenggaraan, pelayanan, pengontrolan, dan evaluasi pendidikan dapat mencapai standar mutu yang diinginkan. Dengan kata lain, seorang kepala sekolah harus mampu menjalankan tugas, fungsi, dan peran profesionalitas dan kompetensinya secara penuh. Kepala sekolah harus memenuhi kewajibannya sebagai seorang manajer atau pemimpin institusi pendidikan baik yang bersifat edukatif maupun administratif.
Oleh karena itu seorang kepala sekolah harus memenuhi kompetensinya yaitu kompetensi kepribadian, supervise manajerial, supervise akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan, dan kompetensi sosial. Pemenuhan akan kompetensi dan tugas tanggungjawab sebagai kepala sekolah tersebut, berarti telah mampu menunjukkan jaminan kepada pemangku kepentingan terhadap institusi atau sekolah yang dipimpinnya memenuhi standar nasional, dan khusus kepala sekolahnya telah memenuhi standar kependidikan (kepala sekolah). Pemenuhan kompetensi dan pemenuhan keberhasilan yang dijalankan akan tugas tanggungjawabnya tersebut, berarti kepala sekolah dapat memenuhi standar minimal sebagai kepala sekolah (mencapai IKKM sebagai tenaga kependidikan).
Namun demikian, sebagai tenaga kependidikan pada SBI kepala sekolah juga masih dituntut untuk memenuhi IKKT (indikator kinerja kunci tambahan), yaitu mampu memenuhi unsur-unsur penting sebagai pemimpin manajer-edukatif dan pemimpin manajer-administratif, yaitu: (1) kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah; (2) kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif, yaitu minimal dengan TOEFL 500; dan (3) kepala sekolah bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneural yang kuat. Di samping itu, kepala sekolah juga harus menguasai dan mampu memfasilitasi dirinya dalam hal TIK.
Hal ini penting mengingat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah bertaraf internasional akan banyak berhubungan dengan lingkungan dan pergaulan internasional. Dalam mengemban tugas profesionalitasnya pada SBI, maka diperlukan jiwa kepemimpinan kepala sekolah yang kreatif, inovatif, dinamis, berani mengambil resiko, berani menghadapi tantangan, demokratis, dan tidak melupakan sifat kepemimpinan yang mampu menjadi tauladan sekaligus mampu memberikan motivasi kepada bawahannya (”ing ngarso sung tulodho-ing madyo mangun karso-tut wuri handayani”).
G. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsiir sarana dan prasarana
Selain dijamin bahwa SBI harus memenuhi standar sumber daya manusianya (pendidik dan tenaga kependidikan), SBI juga dituntut memenuhi standar sarana dan prasarana. Sebagai IKKM (indikator kinerja kunci minimal) yang harus dipenuhi, maka sarana dan prasarana dijamin akan mutunya. Pemenuhan baik secara kuantitas maupun kualitas sarana dan prasarana tersebut, sekolah yang bertaraf internasional harus memenuhi spesifikasinya untuk memberikan jaminan bahwa secara teknis IKKM sarana prasarana memenuhi persyaratan internasional. Standar sarana dan prasarana pokok sesuai dengan kurikulum yang dipergunakan rintisan SBI seperti: (a) laboratorium Bahasa Inggris, (b) laboratorium IPA (Biologi, Fisika-Kimia), (c) laboratorium komputer (dengan komputer pentium 4), (d) jaringan internet yang terpasang lengkap ke sistem (lab. Komputer, ruang kelas, perpustakaan, ruang guru, ruang kepala sekolah, TU, ruang multi media, dan sebagainya), (e) pusat multi media, dan (f) peralatan media pembelajaran di kelas (TV, VCD, Tape, OHP, LCD, laptop, dan Iain-lain).
Di samping itu, sebagai sekolah yang bertaraf internasional wajib memberikan jaminan atau mampu memenuhi sarana dan prasarana tambahan yang sesuai tuntutan kurikulum bertaraf internasional. Dengan kata lain, sekolah bertaraf internasional mampu menunjukkan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) tentang sarana prasarana tersebut, yaitu: (1) setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK; (2) perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia; (3) dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain sebagainya; dan (4) laboratorium tambahan untuk pengembangan laboratorium alam, TIK, pendidikan teknologi dasar, matematika, kimia, dan sebagainya.
H. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur pengelolaan
Sekolah bertaraf internasional dalam pengelolaan sekolah dituntut berhasil mengimplementasikan prinsip-prinsip pokok manajemen berbasis sekolah, yaitu kemandirian atau otonomi, keterbukaan, akuntabilitas, partisipatif, fleksibilitas, dan sustainibilitas. Dalam tataran implementasinya, rintisan SBI haras mampu menjamin pengelolaan sekolah memenuhi fungsi-fungsi manajemen secara profesional sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan, yaitu: (a) perencanaan terdiri: kepemilikan rumusan visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, rencana kerja sekolah, (b) pelaksanaan rencana kerja terdiri pedoman sekolah, straktur organisasi sekolah, pelaksanaan kegiatan sekolah, bidang kesiswaan, bidang kurikulum dan kegiatan pembelajaran, bidang pendidik dan tenaga kependidikan, bidang sarana dan prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan, budaya dan lingkungan sekolah, dan peran serta masyarakat dan kemitraan sekolah; (c) pegawasan dan evaluasi terdiri program pengawasan, evaluasi diri, evaluasi dan pengembangan KTSP, evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan akreditasi sekolah; (d) kemepimpinan; (e) SIM, dan (f) penilaian khusus.
Selanjutnya, sebagai rintisan SBI maka sekolah harus memenuhi IKKT pengelolaan pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya ISO 14000; (2) Merupakan sekolah/madrasah multi-kultural; (3) Menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri; (4) Bebas narkoba dan rokok; (5) Bebas kekerasan (bullying); (6) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah; dan (7) Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga
Pemenuhan sertifikasi ISO 9001 pada dasarnya adalah sekolah dituntut untuk mampu memberikan jaminan bahwa sistem manajemen mutu yang diterapkan telah memenuhi standar manajemen internasional. Oleh karena itu persyaratan-persyaratan yang haras dipenuhi oleh sekolah untuk mengembangkan sistem manajemen mutu pengelolaan pendidikan haras dipenuhi. Khususnya dalam pengelolaan dan pengembangan dokumentasi manajemen mutu haras memperhatikan kebutuhan sekolah sebagai SBI dan persyaratan ISO 9001.
Penerapan sistem manajemen mutu yang berstandar ISO 9001 pada dasarnya dalam kerangka pemenuhan akan kebutuhan pelanggan, yaitu siswa, orang tua, masyarakat, lulusan, dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan menerapkan standar sistem manajemen mutu ISO 9001 ini akan menghasilkan tata kelola sekolah yang bermutu dengan ditandai oleh pencapaian standar kompetensi lulusan tinggi dan proses layanan pendidikan memadai. Untuk itu diperlukan adanya dokumen kebijakan dan sasaran dengan standar mutu tinggi, serta pedoman dan prosedur layanan yang standar juga. Tanggungjawab manajemen sekolah haras mampu ditunjukkan dengan komitmennya untuk mengembangkan, menerapkan sistem manajemen mutu, dan secara terus menerus meningkatkan efektivitasnya.
Pencapaian IKKT pengelolaan sekolah dapat dijamin apabila sistem yang diterapkan dilakukan yang secara teknis dengan berbasis TIK, seperti manajemen dalam aspek: kesiswaan, akademik atau pembelajaran, fasilitas, perpustakaan, penilaian, tenaga, penerapan website, dan sebagainya
Untuk dapat memenuhi IKKT pengelolaan yang memenuhi indikator kinerja tambahan ini secara memadai, maka diperlukan adanya pola kepemimpinan sekolah yang dinamis, kreatif, dan memiliki jiwa entrepreneurship. Bagi kepala sekolah dan jajarannya diharapkan mampu berapaya secara terus meneras untuk mencari terobosan dalam berbagai bidang dan kepada semua lapisan masyarakat/lembaga demi terpenuhinya standar SBI secara cepat dan memadai.
I. Pemenuhan indikator-indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) dalam unsur pembiayaan
Unsur pembiayaan pendidikan merupakan salah satu indikator pokok maupun tambahan yang sangat penting untuk dapat dipenuh: oleh setiap penyelenggara pendidikan bertaraf internasional. Jenis-jenis pembiayaan pendidikan yang harus dipenuhi meliputi pembiayaan investasi, pembiayaan operasional, dan pembiayaan personal. Apabila suatu sekolah bertaraf internasional telah mampu menjamin terpenuhinya pembiayaan investasi, operasional, dan personal pendidikan, maka berarti sekolah tersebut telah memenui standar pembiayaan (IKKM pembiayaan).
Sebagai sekolah bertaraf internasional juga dituntut mampu memenuhi IKKT pembiayaan, yaitu menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target Indikator Kinerja Kunci Tambahan tersebut. Pendidikan yang efisien dapat dipastikan efektif, akan tetapi pendidikan yang efektif belum tentu efisien.
Efisiensi pendidikan dapat diukur melalui dua indikator pokok efisiensi, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal pendidikan adalah rasio antara keluaran pendidikan (hasil pendidikan) dengan input pendidikan. Pendidikan dikatakan efisien secara internal apabila dengan biaya yang relatif tetap atau biaya makin rendah menghasilkan keluaran yang makin tinggi, begitu juga sebaliknya. Hasil atau keluaran diukur dari prestasi akademik, jumlah kelulusan, pencapaian kompetensi, atau kenaikan kelas. Dari sisi produk, dikatakan efisien pendidikan tersebut apabila makin sedikit anak yang mengulang kelas, remidi, dan atau drop out/putus sekolah.
Sedangkan efisiensi eksternal lebih menunjukkan kepada rasio antara out comes atau dampak pendidikan terhadap input pendidikan. Out comes diukur dari indikator lulusan yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (pendidikan), memperoleh pekerjaan dan atau penghasilan (ekonomi), kedudukan (sosial), kematangan kepribadian, dan sebagainya. Pendidikan dikatakan efisien secara eksternal apabila dengan biaya yang relatif tetap atau makin kecil menghasilkan dampak pendidikan yang makin tinggi. Analisis cost effectiveness dapat dipergunakan untuk mengetahui sejauhmana tingkat efisiensi pendidikan secara eksternal tersebut.
Bagi sekolah rintisan SBI diharapkan mampu memberikan atau memenuhi jaminan akan efsisiensi pendidikan sebagai salah satu IKKT, sehingga publik akan memiliki tingkat kepercayaan tinggi, dan citra yang terbangun di publik meningkat, dan selanjutnya akan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama di masyarakat terhadap pentingnya pendidikan yang bertaraf internasional. Pendidikan yang bertaraf internasional secara otomatis memerlukan biaya yang besar, karena target pencapaian kompetensi lulusan juga tinggi, yaitu bertaraf internasional. Dengan demikian pendidikan dengan biaya tinggi akan tetapi juga menghasilkan lulusan yang bertaraf internasional bukanlah disebut pendidikan mahal. Kesan pendidikan yang mahal pada dasarnya tidak ada, yang sebenarnya terjadi adalah pendidikan efisien atau tidak efisien.
Oleh karena itu sangat diperlukan adanya sinergi antara berbagai pihak antara sekolah, komite sekolah, Bappeda (Provinsi dan Kabupaten/Kota), DPRD Tk I dan II, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Direktorat Pembinaan SMP serta pihak lain para pemangku kepentingan. Secara bertahap sekolah bersama komite sekolah yang didukung oleh daerahnya masing-masing mampu secara mandiri menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional secara efektif dan efisien. Sebab sesuai dengan kewenangannya, pemerintah pusat akan memberikan dana bantuan dalam waktu dan jumlah yang terbatas. Setelah ditetapkan bukan sebagai rintisan lagi, maka sekolah bersama-sama komite sekolah, pemerintah kabupaten/kota, dan Provinsi haras melanjutkan dan berupaya secara mandiri mampu menyelenggarakan SBI.
Sumber buku Panduan pelaksanaan SMP SBI
Sumber: http://massofa.wordpress.com/2009/05/23/pemenuhan-indikator-kinerja-kunci-tambahan-ikkt-sebagai-penjamin-mutu-pendidikan-bertaraf-internasional/

Read More..

Langkah Sukses Membuat Karya Tulis Ilmiah

Akhir-akhir ini kita dibuat terperanjat oleh berita di koran Kompas, 27 Maret 2009 yang menuliskan bahwa banyak guru PNS yang sulit sekali untuk naik pangkat. Jumlahnya sangat fantastis atau bisa dikatakan cukup banyak. Para guru PNS di tingkat DIKDASMEN sulit mencapai pangkat di atas IV/A karena kemampuan mereka membuat karya Tulis Ilmiah (KTI) masih lemah padahal membuat KTI menjadi salah satu syarat kenaikan pangkat. Dari data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) 2005, sekitar 1,4 juta guru berstatus PNS. Umumnya berada di pangkat III/A sampai III/D yang jumlahnya mencapai 996.926 guru. Adapun di golongan IV ada 336.601 guru, dengan rincian golongan IV/A sebanyak 334.184 guru, golongan IV/B berjumlah 2.318 guru, golongan IV/C sebanyak 84 guru, dan golongan IV/D ada 15 guru.

Mengapa banyak guru yang kesulitan dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah? Hal ini dikarenakan belum banyak guru yang memahami dan mengenal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sehingga wajar saja apabila banyak guru yang mengalami kesulitan dalam pembuatan karya tulis ilmiah. Lalu mengapa membuat karya tulis ilmiah itu dianggap sulit oleh guru? Apa yang menyebabkan para guru tidak mampu untuk membuat karya tulis ilmiah? Lalu langkah apa yang harus dilakukan oleh para guru agar sukses membuat KTI?

Berikut ini penulis sharing-kan beberapa langkah sukses dalam membuat karya tulis ilmiah yang penulis alami sendiri sebagai seorang guru dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komitmen

Teman-teman guru harus memiliki komitmen yang tinggi dalam membuat sebuah karya tulis. Jangan sampai anda dikalahkan oleh diri sendiri. Komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. Harusnya, sekali kita komit, maka kita akan selalu mempertahankan janji itu sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata.

Guru harus bisa melawan kemalasan diri. Ketika seorang guru memiliki komitmen yang tinggi untuk membuat sebuah karya tulis, maka keberhasilan akan ada di depan mata. Orang-orang yang sukses dalam membuat karya tulis adalah orang-orang yang memiliki komitmen dengan dirinya sendiri. Ketika ia telah berjanji dengan dirinya sendiri, maka dengan penuh kesadaran tinggi memenuhi janji yang telah diucapkannya.


2. Konsisten

Seringkali kita tak konsisten dengan apa yang telah kita janjikan pada diri sendiri. Rutinitas kerja telah membuat kita menjadi inkonsistensi terhadap janji yang kita ucapkan. Hal inilah yang banyak terjadi pada teman-teman guru. Mereka tidak konsisten dalam membuat karya tulis. Wajar saja apabila mereka tak berhasil menyelesaikannya, karena untuk berhasil membuat sebuah karya tulis dibutuhkan konsistensi yang terus menerus dan jangan pernah berhenti menulis. Bila ada hambatan yang datang menghadang, Jangan lantas langsung menyerah. Hadapi terus dan banyak bertanya pada ahlinya. Bila kemudian kendala yang dihadapi sangat tinggi, maka anda perlu bantuan orang lain. Banyak bantuan yang bisa anda peroleh, selain membaca buku, dan bisa mencarinya lewat internet, atau carilah teman yang bisa anda ajak untuk berdiskusi. Atau ikuti beberapa workshop PTK yang dilakukan oleh para dosen di perguruan tinggi.

Banyak orang beranggapan kalau konsisten itu berarti harus selalu sama, tidak boleh bervariasi atau ada kontradiksi. Konsistensi juga menunjukkan integritas kita sebagai seorang pribadi. Konsisten itu bagai pedang bermata dua, bisa ke arah positif dan sebaliknya bisa juga ke arah negatif. Sehingga sikap berhati-hati sangat penting untuk dipakai sebagai pendamping sikap konsisten. Jangan sampai sikap konsisten kita itu malah menjadikan kita lebih buruk dan tidak meningkatkan kualitas hidup kita sebagai manusia. Jangan karena khawatir dianggap tidak konsisten lalu kita takut berubah, padahal perubahan tersebut akan membawa kita kepada kebaikan. Para guru yang ingin berubah, harus merubahnya dengan cara menulis. Dengan konsisten menulis, para guru akan mendapatkan kesuksesan menjadi seorang penulis.


3. Kerja Keras

Sebagai seorang guru yang hampir setiap semester membuat laporan karya tulis ilmiah, saya merasakan sendiri bagaimana kita harus bekerja keras dengan penuh keuletan dalam melaporkan karya tulis. Di saat orang lain mungkin tertidur lelap, penulis masih terus mengetik, menganalisis apa yang terjadi di kelas, melihat, dan menilai hasil pekerjaan siswa, dan memperbaiki kekurangan yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dibutuhkan semangat yang tinggi serta motivasi internal yang hebat agar karya tulis kita dapat terwujud. Kerja keras adalah gerbang utama berikutnya yang harus dikerjakan oleh mereka yang ingin sukses dalam menuliskan karya tulisnya.

Dalam dunia kerja, seorang professional bukan hanya lahir karena modal kepintaran saja tetapi juga karena kerajinan dan ketekunan serta kerja keras. Orang pintar tetapi malas akan dikalahkan oleh orang yang kurang pintar tetapi rajin. Bayangkan apa jadinya bila orang pintar sekaligus rajin, tekun dan pekerja keras. Jadi fungsi dan peranan kerja keras tidak bisa diabaikan. Dalam pembuatan karya tulis ilmiah anda harus bekerja keras menyusun sebuah karya tulis yang enak dibaca dan komunikatif. Tak ada keberhasilan yang dihasilkan tanpa kerja keras. Begitu pun dalam membuat karya tulis ilmiah yang bermanfaat untuk orang lain.


4. Kerja Cerdas

Banyak teman-teman guru yang bertanya pada saya kenapa sulit membuat sebuah karya tulis ilmiah. Rata-rata dari mereka tak pernah bekerja cerdas dalam mengaplikasikan apa yang ada dalam alam pikirannya. Waktu yang 24 jam diberikan oleh Tuhan pemilik bumi kepada kita harus dapat dimanfaatkan dengan baik. Di sinilah kita dituntut untuk berpikir dan bertindak cerdas dalam membuat sebuah karya tulis. Gunakan waktu sebaik mungkin. Bagilah waktu dengan baik. Anda sendiri yang menentukan kapan saatnya untuk menulis, dan kapan saatnya untuk berinteraksi dengan teman lainnya untuk mendapatkan masukan. Ketika kecerdasan kita dalam mengatur waktu sudah teratasi dengan baik, maka keberhasilan dalam membuat tulisan terlihat jelas di depan mata.

Bekerja cerdas bukan hanya dalam perkataan tetapi menyatu dalam perbuatan nyata. Seringkali kita menghadapi kenyataan bahwa kita sulit sekali membagi waktu, belum lagi banyaknya pekerjaan yang menumpuk di depan mata. Di sinilah kita harus bekerja cerdas dengan cara sedikit demi sedikit mencicil pekerjaan kita. Jangan pernah menunda-nunda pekerjaan. Di dalam melaporkan penelitian kita pun harus demikian, harus di catat, dan kemudian kita pindahkan dalam bentuk laporan penelitian. Di sinilah kita harus bekerja cerdas agar kita dapat membuat karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tak ada orang yang sukses menulis karya tulis tanpa kerja cerdas.


5. Kerja Ikhlas

Dalam membuat sebuah karya tulis yang komunikatif dibutuhkan kerja ikhlas yang tak mengharapkan imbalan apapun. Kalaupun ternyata nanti ada imbalannya itu berangkat dari kerja ikhlas kita. Bila niat kita ikhlas bahwa dari menulis ini akan memperbaiki kinerja kita sebagai guru, maka anda akan merasakan sebuah kekuatan super (auto sugesti power) akan membantu anda mewujudkan ide-ide anda ke dalam bentuk tulisan. Tulisan yang berbobot adalah tulisan yang komunikatif dengan pembacanya dan memberikan pencerahan kepada siapa saja yang membacanya. Hal ini disebabkan oleh sebuah keikhlasan dari si penulis yang mampu membuat sebuah tulisan menjadi enak dibaca dan interaktif dalam mengungkapkan pendapat. Ingatlah bila kita bekerja ikhlas, maka Allah pun akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Kerja ikhlas hendaklah menjadi bagian dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah. Ketika niat kita ikhlas karena untuk saling berbagi ilmu pengetahuan, maka akan muncul segala kemudahan yang terbentang di depan mata. Hal ini sering penulis alami ketika mengalami kebuntuan dalam membuat karya tulis. Namun, karena niat penulis ikhlas, ada saja pertolongan Allah yang membuat penulis serasa mendapatkan ide-ide baru dalam menuliskan apa yang penulis pikirkan. Ingatlah, kerja ikhlas akan membantu anda dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah, karena tak ada beban yang anda alami.


6. Kerjasama/ Kolaboratif

Pekerjaan yang baik dan obyektif dalam proses pembelajaran di kelas adalah bila dilakukan bersama dengan teman sejawat. Kolaboratif harus senantiasa kita lakukan agar kualitas pembelajaran kita di kelas menjadi semakin berkualitas. Kesendirian akan membuat kita menjadi orang yang egois, dan menganggap diri kitalah yang paling benar. Bila kita berkolaborasi, maka kita akan banyak mendapatkan masukan dari teman sejawat lainnya tentang apa yang telah kita lakukan.

Dalam pembuatan karya tulis ilmiah, sebaiknya anda juga mendiskusikannya dengan teman sejawat. Jangan sampai anda hanya mengungkapkan pendapat pribadi anda sendiri yang sifatnya subyektif, dan cenderung menyalahkan yang lain. Tak ada yang lebih baik selain melakukan kolaboratif dengan teman sejawat. Bila anda terpaksa harus sendirian, carilah teman yang anda anggap dapat dijadikan teman untuk berdiskusi tentang masalah penelitian tindakan kelas yang sedang anda lakukan. Kerjasama yang dibina dengan baik akan memudahkan anda dalam mengatasi kesulitan yang anda alami dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah.

Tak ada karya tulis yang baik tanpa kerjasama semua pihak. Anda bisa buktikan dari semua kata pengantar yang dibuat oleh guru yang telah berhasil membuat karya tulisnya. Di sanalah tertulis ucapan terima kasih dari orang-orang yang membantunya.

7. Koneksi

Tak ada orang yang sukses saat ini tanpa memiliki koneksi dengan orang lain. Dalam dunia persekolahan anda harus bisa bersinergi dengan kepala sekolah anda yang merupakan orang nomor satu di sekolah. Jangan dilupakan peran kepala sekolah. Karya tulis ilmiah yang anda buat tidak ada artinya bila belum disetujui oleh kepala sekolah. Apalagi bila karya tulis itu diajukan untuk kenaikan pangkat atau mengikuti lomba. Jadi koneksi ini sangat penting artinya bagi kita sebagai penulis sekaligus peneliti. Dalam penelitian tindakan kelas, proposal penelitian yang kita buat harus terlebih dahulu disetujui oleh kepala sekolah. Tanpa persetujuan kepala sekolah agak sulit bagi kita mewujudkannya dalam pelaksanaan penelitian.

Dalam lomba-lomba karya tulis ilmiah yang telah penulis ikuti, tak ada satu pun finalis lomba yang tak memiliki koneksi. Mereka bisa berhasil ke Jakarta dan menjadi finalis lomba karya tulis ilmiah karena adanya koneksi dari sekolahnya. Jadi konekasi ini sangat penting bagi guru yang akan membuat karya tulisnya.


8. Kemauan Kuat

Dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah dibutuhkan kemauan kuat dari diri sendiri untuk mewujudkannya. Tanpa kemauan yang kuat jangan berharap karya tulis anda berhasil dibuat. Kemauan kuat akan menjadikan karya tulis yang anda buat menjadi hidup dan lebih bermakna.

Kemauan yang kuat akan membuat ada memiliki kekuatan maha dahsyat yang membuat anda merasa mudah dalam melakukan penelitian dan melaporkannya dalam bentuk karya tulis. Tanpa kemauan yang kuat jangan berharap anda berhasil dalam membuat karya tulis ilmiah yang bermanfaat untuk orang lain.


9. Kontekstual

Karya tulis yang dibuat sebaiknya sesuai dengan keadaan nyata di lapangan atau di kelas. Tulislah sesuatu yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa dan juga guru sehingga tujuan penelitian tercapai. Buatlah sebuah pengalaman nyata dalam karya tulis anda. Pengalaman nyata itu benar-benar hasil perenungan yang mendalam dari refleksi diri selama anda melakukan pembelajaran.

Banyak teman-teman guru yang menuliskan pengalamannya itu dalam bentuk laporan penelitian tindakan kelas. Isinya sangat bagus dan membuat siapa saja yang membacanya merasa mendapatkan pencerahan. Apa yang dituliskan memang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata kita sehari-hari, dan mereka telah berhasil mencari solusinya.


10. Kredibel

Karya tulis yang dibuat sebaiknya karya tulis yang benar-benar dibuat sendiri, sehingga tingkat kepercayaannya sangat tinggi. Karya tulis itu harus kredibel di mata sesama teman sejawat dan juga diketahui oleh kepala sekolah. Bila teman sejawat dan kepala sekolah telah mempercayai, maka anda bisa mempublikasikannya dalam forum MGMP atau tingkat yang lebih luas lagi. Ketika karya tulis yang dibuat kredibel, maka kepala sekolah dan juga kepala dinas pendidikan setempat akan dengan senang hati menyetujui dan menandatangani karya tulis ilmiah anda.

Pernah suatu ketika dosen saya di pascasarjana bercerita pada saya. Waktu itu beliau menceriatakan bahwa banyak guru yang karya tulisnya dibuatkan oleh orang lain dan banyak yang copy and paste. Wajar saja apada kahirnya banyak lapaoran KTI guru yang menjadi tidak kredibel. Kurang dipercaya oleh tim penilai.


11. Kerja Tuntas/ Ketuntasan

Karya tulis yang anda buat jangan di nanti-nanti dan jangan di tunda-tunda. Segera tuntaskan sampai selesai sesuai dengan jadwal yang anda rencanakan dalam proposal penelitian. Permaslahan yang dihadapi oleh para guru dewasa ini adalah banyak sekali guru yang tak menuntaskan tugas yang diembannya. Apalagi banyak guru yang tidak tuntas dalam melaporkan hasil penelitiannya.

Selain kerja keras, kerja ikhlas, dan kerja cerdas, dibutuhkan juga kerja tuntas agar apa yang kita tuliskan benar-benar holistik. Kita tak menilai siswa dari satu sisi saja, tetapi kita menilai mereka dari semua sisi dan dari sudut pandang yang berbeda. Ketika kerja tuntas telah kita lakukan, maka kesuksesan kita dalam membuat sebuah karya tulis ada di depan mata. Biasakanlah selalu bekerja tuntas.


12. Kejujuran

Hendaknya karya tulis yang dituliskan harus dilandasi dengan kejujuran. Jangan memasukkan data yang tak sesuai dengan kenyataan lapangan. Peneliti harus jujur menyampaikan data temuannya. Kejujuran harus menjadi panglima kita dalam membuat karya tulis ilmiah.

Sebagai guru anda harus satu kata antara perkataan dan perbuatan. Jangan sampai apa yang anda tuliskan, ternyata dalam kenyataannya tidak anda lakukan. Janganlah membuat sebuah karya tulis ilmiah dari laporan penelitian tindakan kelas yang bukan berasal dari apa yang anda lakukan sehari-hari. Anda harus jujur dalam membuat sebuah karya tulis. Ketika tulisan anda dilandasi dengan kejujuran, maka pintu gerbang kesuksesan dalam membuat karya tulis ilmiah akan terbuka lebar-lebar.


13. Ketelitian/kecermat an

Membuat sebuah karya tulis ilmiah dibutuhkan ketelitian dalam membuatnya, karena itu seorang guru harus teliti dalam membuat karya tulisnya. Tanpa ketelitian yang tinggi, jangan harap karya tulis anda berhasil dibuat dengan baik. Dalam sebuah penelitian, faktor ketelitian sangatlah penting, karena disinilah proses analisis data diperoleh. Oleh sebab itu di setiap laporan PTK ada satu bab yang khusus menuliskan hasil penelitian kita. Di sinilah ketelitan kita dalam meneliti akan teruji.


14. Kesabaran

Kesabaran akan membuahkan keindahan. Dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah dibutuhkan kesabaran. Baik dalam pembuatan proposalnya, prosesnya dan pelaporannya. Tanpa kesabaran yang tinggi karya tulis anda akan menjadi sebuah laporan yang terkesan tergesa-gesa.

Karya tulis yang baik adalah karya tulis yang runut metodologinya, enak bahasanya, dan dilengkapi dengan kajian pustaka yang tidak asal comot. Semua itu dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan dalam menyatukannya ke dalam bentuk karya tulis ilmiah.


15. Kreativitas

Kreativitas adalah sesuatu yang baru atau sesuatu yang lebih baru. Guru dituntut kreatif dalam membuat karya tulisnya sendiri. Perlu kreativitas yang tinggi dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah yang memikat hati. Guru harus lebih kreatif dalam membuat karya tulisnya sendiri. Bukan sekedar menggunakan metode ATM (Amati Tiru Modifikasi), tetapi lebih dari itu. Jangan sampai apa yang dituliskan ternyata telah diteliti pula oleh guru lainnya. Boleh saja masalahnya sama, tetapi harus dibuat dalam gaya tulisan berbeda.

Berdasarkan pengalaman penulis mengikuti berbagai lomba, khususnya lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran tingkat nasional di tahun 2008, karya tulis yang dibuat oleh teman-teman guru adalah karya tulis yang memiliki kreativitas yang tinggi. Hal ini penulis peroleh dari judul-judul meraka yang sangat berbeda dari judul-judul karya tulis yang pernah penulis lihat dari karya tulis guru lainnya.


16. Kondusif/ keadaan yang baik

Karya tulis yang dibuat oleh guru harus menunjukkan suasana yang kondusif dalam melakukan tindakan perbaikannya. Ketika suasana kondusif terpenuhi, maka guru akan dengan mudah melakukan penelitiannya. Ketika penelitiannya telah selesai dalam suasana yang kondusif, maka pelaporannya pun akan dengan mudah diselesaikan dengan baik oleh guru yang bersangkutan.

Penulis merasakan sendiri, bila suasana sekolah kondusif, kita akan dengan mudah melakukan penelitian kita dan melaporkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah. Lalu bagaimana bila ternyata suasana sekolah tidak kondusif? Kita sendirilah sebagi guu yang harus merubah keadaan ini. Gur harus menjadi motivator dalam lingkungannya sendiri. Guru harus pantang menyerah dalam keadaan apapun.


17. Keragaman

Karya tulis yang anda buat disarankan beragam. Sistematika penulisan laporan PTK boleh seragam, tetapi penyampaian laporan dan isinya disarankan seragam. Keragaman sangat diperlukan dalam mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan baru dalam bidang pendidikan. Semakin banyak guru yang membuat karya tulis ilmiahnya, maka semakin beragam pula khasanah ilmu pendidikan yang akan kita dapatkan.

Kurikulum lama telah mengajarkan pada kita untuk senantiasa seragam dalam pembelajaran, sedangkan dalam KTSP kita dituntut untuk menciptakan sendiri pembelajaran kita yang sesuai dengan SK (Standar Kompetensi) dan KD (Kompetensi Dasar). Di sinilah akan terlihat keragaman kita dalam membuat sebuah pembelajaran. Paradigma baru dalam pembelajaran guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Siswa bukanlah obyek pembelajaran. Guru dan siswa sama-sama belajar sehingga melahirkan keragaman yang sesuai dengan daerahnya masing-masing. Seperti apa kata pepatah. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.


18. Konten kreatif

Banyak kita temui karya tulis ilmiah yang dibuat oleh guru kurang kreatif. Apa yang dituliskan rata-rata hampir sama dengan karya tulis yang dibuat oleh guru lainnya. Perlu perjuangan dari para guru untuk membuat sebuah konten yang kreatif hasil karyanya sendiri. Melihat hasil karya tulis orang lain memang diperbolehkan sebagai bahan perbandingan, tetapi karya tulis yang anda hasilkan haruslah karya tulis yang benar-benar tulisan anda sendiri yang kreatif. Tulisan kreatif, biasanya lebih enak dibaca dan lebih mengena kepada masalah pendidikan yang dituliskannya.

Dalam kesempatan yang diberikan oleh panitia seminar maupun worskhop di timgkat nasional tentang PTK, penulis banyak menjumpai teman-teman guru yang kesulitan dalam menuliskan apa yang telah mereka kerjakan. Mereka sulit sekali menulis walaupun hanya satu alinea saja. Tetapi ketika penulis pancing dalam berbagai pertanyaan, maka keluarlah semua pengalaman guru dari dalam mulutnya. Ternyata banyak guru yang baru pandai bicara saja, tetapi ketika menuliskannya banyak yang belum berhasil. Untuk bisa menuliskannya diperlukan latihan terus menerus tiada henti. Dari latihan menulis inilah akan anda temui sebuah konten yang kreatif karena anda telah terbiasa untuk menulis.


19. Keaslian

Karya tulis ilmiah yang dibuat oleh guru harus orisinil, dan dapat dipertanggungjawabk an keasliannya. Ketika keaslian telah menyatu dalam karya tulis yang dibuat oleh guru, maka orang lain yang membacanya menjadi tergugah. Apalagi bila apa yang dituliskan merupakan sesuatu yang baru dalam dunia pendidikan, tentu saja akan menjadi menarik dan membuat para guru lainnya mendapatkan manfaat dari apa yang anda tuliskan.Keaslian merupakan sesuatu yang tinggi dalam penilaian tim penilai karya tulis ilmiah.

Karya tulis ilmiah yang asli adalah karya tulis yang dibuat oleh seorang guru yang memang kreatif dalam mengembangkan potensi unik siswa. Potensi unik siswa akan dengan mudah dikembangkan apabila guru mampu memahami apa yang dibutuhkan oleh para siswanya dalam proses pembelajaran. Di sanalah akan terlihat keaslian dari sebuah karya tulis ilmiah.


20. Komunikatif

Banyak karya tulis ilmiah yang dibuat oleh guru tidak komunikatif. Ingatlah bahwa seorang guru membuat sebuah karya tulis ilmiah untuk dibaca oleh guru lainnya atau untuk orang lain yang menginginkan pengetahuan yang dituliskan olehnya. Sehingga bahasa yang digunakan haruslah komunikatif. Ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa ilimah populer yang komunikatif, maka karya tulisnya akan dengan mudah dicerna dan bermanfaat untuk orang banyak.

Demikianlah Langkah-langkah Sukses yang harus dilaksanakan guru agar sukses dalam membuat karya tulis ilmiah. Semoga bermanfaat. Bila ada yang ingin menambahkan, sangat penulis harapkan.

Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Wijaya Kusumah
Sumber : http://wijayalabs.blogspot.com/2009/08/langkah-sukses-membuat-karya-tulis.html

Read More..