Jumat, 25 September 2009

Undang Allah Saja-4

Ustadz ini berkeliling pesantren Daarul Qur’an. Di Pesantren Daarul Qur’an apa yang diceritakan di sini, ada. Sebab emang udah berkonsep pesantren duluan, he he he. Adem. Sejuk di hati. Menenangkan batin.

Tapi sebagaimana saya katakan di tulisan kemaren, saya memotivasi kepada sahabat baru saya, bahwa madrasahnya sudah akan menjelma menjadi ma’had (pesantren) bila ia lakukan shalat dhuha di awal dan diberlakukan di seluruh lapisan madrasahnya beliau, tidak terkecuali keluarganya sendiri.

Lihat saja, gelap-gelap siswa sudah datang. Datangnya sudah dengan baju koko, kaen, peci, bagi siswa putera. Dan bagi siswa puteri, sudah datang dengan mukena. Katakanlah dhuha diselenggarakan di 06.30, di mana kita menyuruh siswa-siswa datang jam 06.15. Kenapa? Supaya ada jeda 15 menit untuk nge-teh manis dan sarapan lontong.

Jangan lupa sediakan tempat sampah, dan teh manisnya pake cup plastik saja. Simpel dan bisa ditumpuk ringan.

Jam 06.30 shalat dhuha dah tuh di prime-time, di awal-awal waktu dhuha. Seratusan jamaah dhuha, yang pada shalat dhuha sendiri-sendiri, hanya melaksanakan di satu tempat, akan jadi pemandangan yang unik. Mirip kayak shalat ‘ied. Tapi ini shalat dhuha!

Syukur-syukur kemudian bisa nambahin dengan baca Suuraotul Waaqi’ah. Bersama-sama. Wuah, mantab dah.

Bila ditambahkan dengan baca Suurotul Waaqi’ah maka pemandangan kedatangan anak-anak madrasah dan guru-gurunya, lebih menarik lagi. Mereka akan datang ke madrasah sambil mendekap al Qur’an!

Serukan kepada anak-anak, agar menjadi pemandangan syiar, tunjukkan sedari rumah sudah pakai pakaian shalat dhuha, dan sudah dalam keadaan ceria sambil jalan mendekap al Qur’an di dada.

Dan jika ini benar terjadi, maka seluruh keluarga besar madrasah tersebut sudah ada dalam keadaan berwudhu’. Sebab emang megang al Qur’an.

Subhaanallaah kan? Engga perlu menggalang amal dari masyarakat. Madrasah ini sudah bagus terlihat. Jeleknya fisik madrasah, barangkali (sebab belum tentu juga jelek), insya Allah akan tertutup dengan keragaman kegiatan; indahnya dhuha, berbalut dengan hiasan suara lembutnya keluarga besar madrasah tersebut mengaji Surah al Waaqi’ah.

Bila di pagi hari kegiatan madrasah seperti ini, pastilah Allah turun. Turun melihat madrasah yang sudah menyibukkan dirinya menyembah Allah Ta’aalaa.

Yah, kita saja nih, umpama ada anak perusahaan yang bagus, kan pasti mengadakan kunjungan kerja ke sana. Bila anak perusahaan dari perusahaan yang kita punya, ada ngejalanin program bagus, pasti kita juga datang untuk meresmikan, untuk mensupport, dan untuk memberikan dukungan moril. Tentu Allah lebih dahsyat dari sekedar ini.

Jika Kepala Dinas merasa harus melihat madrasah yang berubah menjadi madrasah dhuha ini, tentu Allah “lebih wajib” lagi datang.

Kalau Kepala Dinas akan datang dengan sejumlah dukungannya, maka lebih-lebihlah lagi Allah. DIA akan memberikan kita Dukungan-Nya dan menambah sejumlah nikmat-Nya. Istilah saya mah, masa iya Allah ga akan menurunkan Bantuan-Nya? Cukuplah bagi Allah Penolong kita semua. Allah akan menggerakkan hamba-hamba-Nya untuk membantu madrasah ini. Percaya dah. Madrasah ini bahkan ga perlu proposal kertas. Sebab dia sudah punya Proposal Hidup. Yaitu gerakan nyata dari manifestasi ajaran-ajaran luhur dienulllaah, dienul Islaam.

***

Saya terus sharing dengan ustadz ini.

(+) Ustadz, godain anak-anak dengan ayam panggang, ayam bakar. Bagi sesiapa yang mau nyambung ada di madrasah, bilang sama anak-anak, bahwa akan ada ayam panggang, ayam bakar.

(-) Menginapnya di mana? Kan kita ga ada asrama?

(+) Gampang. Di kelas-kelas saja. Atau malah titipkan anak-anak siswa di rumah-rumah sekitar. Rumah penduduk sekitar. Banyak koq pesantren “bergaya” begini. Homestay.

Tadz, jika aktifitas dhuha saja sudah akan mengundang banyak pertolongan dan berkah dari Allah, maka aktifitas tambahan ini akan makin mengundang Allah masuk di segala hajat madrasah tanpa perlu banyak bicara.

Begini ya, jika anak-anak santri ada banyak yang menginap, maka sudah pasti akan ada rangkaian kegiatan dari madrasah yang diadakan untuk santri. Masa iya kemudian santri menginap, tapi ga ada kegiatan? Kan ga mungkin. Insya Allah kreatifitas anak-anak dan asaatidz pun akan muncul. Dari mulai pengajian-pengajian kitab, kursus ini kursus itu, sampe kemudian puncaknya adalah tahajjud, witir, dan baca al Qur’an di menjelang shubuhnya.

Bila bisa melakukan ini saban hari, masya Allah, Allah pasti tidak akan tinggal diam. Tahu-tahu dalam 2-3 tahun mendatang, madrasah Ustadz sudah akan memiliki bangunan asrama. Allah masa membiarkan mereka-mereka yang beribadah lalu tidak bertempat tinggal yang layak. Kamar-kamar mandi pun Allah yang akan benahi. Masjidnya madrasah, atau mushallanya madrasah, pun Allah akan baguskan. Semua fasilitas tentu akan di-upgrade oleh Allah. Masya Allah.

Beginilah Ustadz yang saya maksud. Kalau kita kemudian menggantungkan diri sama Allah, maka kemudian kreatifitas yang muncul. Hanya dengan kegiatan-kegiatan “yang kelihatannya sepele”, masyarakat akan terundang dengan sendirinya. Segala maksud penggalangan dana, Allah lah yang akan menggerakkan masyarakat sekitar untuk peduli, perhatian, dan membantu madrasah. Siapa sih orang tua juga yang ga senang anaknya mencintai dhuha, bisa shalat malam, bisa puasa bila ketepatan mabit itu pas senen kamis, bisa baca al Qur’an, malah bisa kemudian tambah pinter sebab ada tambahan kursus ini kursus itu. orang tua juga pasti senang, sebab anak-anak juga makin terjaga. Anak-anak makin ada di dalam madrasah; no tv, no radio, no nongkrong, no handphone. Kegiatan-kegiatan anak-anak akan makin terarah dan teratur.

Saya kira, kalau sudah jalan 1-2 bulan, anak-anak yang ga menginap pun akan menginap. Lambat laun, istilah menginap dan mabit, bergeser menjadi santri mukim. Subhaanallaah!

(+) Satu lagi. Ga usah juga memungut bayaran dari anak-anak yang existing. Nikmati saja semua pengeluaran dari banda dan keringatnya Ustadz sendiri. Wuah, pastilah rizki ustadz juga akan meningkat. Secara naturalnya, anak-anak baru di tahun depan, pasti akan meningkat pembiayaannya. Sebab mereka-mereka yang mau masuk juga tahulah sekarang kualitas madrasah yang akan dimasukinya.

Bila mau tambah kreatif lagi, tambahkan dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Ta’lim-ta’lim yang sifatnya kepesantrenan, buka juga untuk masyarakat. Masyarakat menjadi tambah perlu sama madrasah. Bawa anak-anak saban pagi dan sore ngebersihin kampung. Pemandangan memakai bandana, ikat kepala, celana training yang dimasukkan di dalamnya kaos lengan panjang santri, dan ada gerobak yang didorong diikuti oleh santri-santri yang bawa sapu lidi dan sapu duk, akan menambah deretan kekaguman dan terima kasih warga.

Pilih santri berbadan tegap dan bagus, untuk sekali-kali menemani warga ronda. Adakan seni bela diri, latihan musik-musik islami, qiroo’atul Qur’an, dan lain-lainnya.

Insya Allah, madrasah ini dalam hitungan tahun muda pelaksanaan sejak dhuha pertama, akan segera punya aula, akan bertambah lebar tanahnya, akan maju dah.

Kalau sudah begini, jaga niat dah. Bahwa kita melakukan segala inovasi dan revolusi madrasah, adalah bukan untuk syahwat kita, bukan untuk nafsu kita, tapi untuk kemuliaan Islam, untuk ‘izzahnya islam. Masya Allah.

***

Bila kemaren di awal ketemuan saya mengiyakan begitu saja keinginan madrasah ini untuk mengundang saya, maka niscaya ga ada akan ada ruh yang berkelanjutan. Ga ada spirit lebih yang akan menjadi cahya. Dia akan menjadi sekedar acara yang dikenang, “… Ustadz Yusuf pernah ke madrasah ini…”.

Omongan ini saya dengar juga ketika ustadz ini merayu saya. Ustadz-ustadz kondang udah ke sini. Tinggal Ustadz Yusuf saja. Saya paham begitu cintanya, begitu besarnya keinginan dihadiri, tapi ungkapan begini yang saya sebel. Ya, saya mah bukan malah tersanjung, malahannya sebel. Saya kepengen tauhid orang-orang bener. Niatan orang-orang bener ketika menyelenggarakan satu majelis. Sebab bila tidak, maka diri saya juga rusak. Saya susah payah mendidik diri ini dengan amplop, dengan perlakuan istimewa, dengan pelayanan bersahaja. Tidak gampang. Masyarakat sendiri yang sudah melatih banyak ustadz dengan perlakuan-perlakuan istimewa dan amplop. Jangan salahkan bila kemudian ada ustadz-ustadz yang muncul di blantika dunia dakwah lalu bergaya seperti yang dibentuk oleh masyarakat. Istilahnya, masyarakat menyumbang satu kesalahan juga, he he he. Tentu saja sah-sah saja bagi masyarakat mengistimewakan tuan-tuan guru, ulama, kyai, asaatidz. Hak masyarakat. Yah, inilah pilihan saya. saya pribadi memilih bisnis, usaha mandiri, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan hajat. Insya Allah.

Waba’du, saya juga mengatakan kepada ustadz ini, undang Allah saja. Dengan segala rangkaian kegiatan yang membuat Allah benar-benar datang ke madrasah Ustadz. Jika Allah melihat ketidaksungguhan kita, maka Allah tidak akan begitu mudah menurunkan Bantuan-Nya. jika madrasah ga terlalu banyak kegiatan, ya buat apa madrasah dibangun kan? Bayangkan, jika hanya dipakai sampe siang, lalu siang sampe keesokan paginya kosong, bukankah ini juga kemubadziran? Manfaatkan setiap jengkal yang Allah anugerahkan. Insya Allah, karunia-Nya akan bertambah. Amin.

(Kalsel, pukul 06.06, 17 Rabi’ul Awwal, 14 Maret 2009).
http://www.wisatahati.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=97
updated : 2009-03-19