Jumat, 25 September 2009

Undang Allah Saja-7

Saya mengenang ketika membangun pondok. Ketika membangun Daarul Qur’an. Di awal-awal saya pun hampir-hampir mencari manusia dan menggantungkan harapan kepada manusia. Sekali lagi, sebagai ikhtiar bisa jadi tidak salah. Namanya juga ikhtiar. Namun, entahlah. Koq saya merasa kurang sreg. Pertama, ga ada ‘izzah. Ga ada kemuliaan. Ketika saya dan kawan-kawan menaruh satu niatan luhur membangun pondok, maka sesungguhnya niatan ini saja sudah akan mengundang kekuatan dan rizki. Kenapa ga meminta kepada Allah agar Allah memberi kekuatan untuk membangun pondok? Perkara nanti bahwa Allah juga menunjuk satu dua manusia untuk membantu, ya itulah tambahan Karunia-Nya. Dan malah sangat bisa jadi juga bila kita berdoa, maka wasilah rizki itu malah dari tangan kita sendiri.

Di awal-awal, PPPA diset-up untuk dapur intern. PPPA atau donasi untuk Program Pembibitan Penghafal al Qur’an, dibikin, digelar, dan disebar informasinya. Agar banyak donatur kemudian ikutan terlibat menyumbang, dan jadilah pondok ini berjalan dengan uang masyarakat banyak.

Namun untuk membedakan ini dari sekedar ikhtiar biasa, riyadhah ditetapkan. Santri-santri dan keluarga besar pondok digerakkan untuk bangun malam, witir, istighfar di waktu sahur, baca al Qur’an, dan sekaligus setoran ba’da shubuhnya. Setoran hafalan al Qur’an. Di sela-sela aktifitas pagi ini, kami-kami membaca doa untuk kemudahan rizki. Kita lapor juga ke Allah bahwa brosur PPPA disebar di nusantara ini.

Kemudian, di setiap habis shalat fardhu, dibaca asmaa-ul husnaa; Yaa Fattaahu Yaa Rozzaaqu; Wahai Yang Maha Membuka, Wahai Yang Memberi Rizki. Dua Nama Allah ini disebut berulang-ulang sehabis shalat fardhu; 11 atau 33x. Terkadang kami beriyadhah 111x membaca asmaa-ul husnaa ini.

Shalat dhuha pun tidak ketinggalan. Para santri digerakkan shalat sunnah dhuha; baik untuk kepentingan ibadah bagi dirinya dan kebagusan bagi dirinya dan keluarganya, juga diarahkan energinya agar seluruh santri dan keluarga besar pondok melakukan shalat sunnah dhuha sebagai doa kepada Allah. Biarlah Allah yang menentukan langkah kami-kami.

Ketika saya ceramah, dan para asaatidz ceramah, kami berceramah tentang sedekah. Namun saat pembangunan dan pondok lagi butuh dana, kami malah tidak membawa uang yang disedekahkan jamaah yang hadir pada saat ceramah. Kami tinggal, dan kami biarkan panitia memilih untuk membagikan kemana, tanpa menyuruh-nyuruh untuk membagikannya kepada kami. Dan kami pun menahan diri untuk tidak meminta “belah semangka” terhadap sedekah yang dikumpulkan. Kan biasanya sehabis ceramah, kami ada mendorong orang untuk sedekah spontan. Jumlahnya banyak sekali. Tapi ya itu, kami-kami mencoba berdiri tegak dengan kemuliaan. Biarlah urusan rizki pondok dipikirkan Allah saja. Kadang kami mengelus dada, jika ada panitia yang dengan keluguannya benar-benar membiarkan kami-kami ini pulang dengan tangan kosong. Satu yang ada di keyakinan kami, bahwa inilah sedekah kami. Dengan kami bersedekah dari hasil sedekah spontannya jamaah, maka sesungguhnya rizki yang akan Allah hadirkan adalah 10x lipat lebih banyak. Ya, bukankah sedekah jamaah adalah sedekah kami juga.

Dalam pada itu, ikhtiar menyebar brosur PPPA dan menjaring donatur tetap, terus dilakukan. Namun kami bisa tersenyum, bahwa bagi kami, brosur itu adalah brosur biasa. Bukan segalanya. Dan itu pun dilakukan untuk satu penegakan pembiasaan bersedekah.

Pada pertengahan tahun 2007, PPPA malah kami keluarkan dari unit pesantren untuk menjadi lembaga independen, professional, dan mandiri. PPPA kemudian menjadi LAZ nasional yang tidak lagi berdiri untuk kepentingan dapur Daarul Qur’an. Tapi untuk Indonesia. Kami serahkan PPPA ini kepada negeri ini, agar kiprahnya tidak sempit; tidak untuk mencari donatur lalu membesarkan Pesantren Daarul Qur’an. Tidak. Ia didirikan, dikembangkan, dan dibesarkan, untuk membibit penghafal-penghafal al Qur’an yang tersebar di nusantara. Bahkan saya mencoba berbesar hati dengan mengatakan, bahwa hanya sedikit porsi saja dari PPPA yang dialirkan untuk Pesantren Daarul Qur’an. Sungguhpun pengelolanya kami-kami ini juga. Di awal-awal, bahkan kawan-kawan sepakat untuk tidak mengambil gaji kecuali untuk operasional semata. Jatah amil, tidak kami gunakan semena-mena.

Hasilnya, luar biasa. Allah malah menghadirkan individu-individu yang tergerak membantu pesantren, tanpa kami cari. Mereka-mereka ini datang dengan sendirinya, lewat wasilah silaturahim dan event yang justru tidak bicara tentang penggalangan dana.

Inilah kami percaya, bahwa urusan rizki memang urusan Allah. Undang Allah saja, insya Allah DIA akan sangat berkenan membantu dan menyelesaikan semua urusan kita.
updated : 2009-03-26
Sumber : http://www.wisatahati.com/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=97